Jakarta Gak Aman! Modus Terbaru Kejahatan di Jalan Raya

billy - Selasa, 17 Juli 2012 | 08:04 WIB

(billy - )


Eman, 22 tahun bersama 4 orang temannya dengan sebuah mobil SUV hendak pulang ke kosannya di Radio Dalam, Jaksel, ketika tiba-tiba distop sebuah mobil di Jalan Pati Unus, Jaksel. Waktu menunjukkan jam 4 subuh. Delapan orang itu menggeledah Eman dan teman-temannya. Dari salah satu temannya ditemukin sebutir pil ekstasi. Lalu komplotan yang mengaku sebagai aparat itu membawa Eman dan kawan-kawan ke sebuah hotel di Pluit untuk dikuras seluruh harta bendanya.

TRAUMA

Boro-boro menanyakan identitas sebagai seorang aparat. Yang ada malah ketakutan luar biasa. Ia bersama teman-temannya sempat diborgol segala macam. “Teman-teman enggak ada yang pakai narkoba. Jadi dipastikan sebutir pil yang disebut ekstasi itu disusupkan komplotan itu ke salah satu teman saya,” ungkap Eman yang bekerja sebagai Account Executif di sebuah penerbitan ternama.

Eman juga memilih tidak melaporkan kejadian penyekapan dan perampokan yang dialaminya ke polisi. “Waduh, masih trauma kalau ingat kejadian itu. Yang ada keluarga saya melakukan terapi buat saya atas kejadian itu,” tambahnya.

Nah, kejahatan semacam ini tengah tren di Jakarta. Modusnya dengan perangkap calon korban dituduh pemakai narkoba. Bahkan Eman dan kawan-kawan sempat diancam akan dites urine. Ternyata tidak ada, karena hanya untuk menakut-takuti saja. Baru jam 9 pagi mereka dilepas.

Di mata Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) akhir-akhir ini berkendaraan di Jakarta makin tidak aman, baik di tengah kota maupun di wilayah pinggiran. Ada beberapa ancaman bagi pengendara, antara lain, ancaman kecelakaan lalulintas mengingat jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 12 juta unit.

Lalu ranjau paku yang ditebar penjahat maupun mafia tambal ban, aksi penjahat yang menyalip dengan modus senggolan yang ujung-ujungnya memeras, aksi lempar telur ke kaca depan, aksi menggedor-gedor mobil dengan modus memberi info ban belakang bermasalah, aksi polisi gadungan sampai aksi oknum polisi yg menjebak dengan narkoba.

“Inti dari semua modus kejahatan ini adalah memeras sampai menjarah harta maupun kendaraan si pengendara. Kenapa semua ini bisa terjadi, secara umum akibat tingginya angka pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan di Jakarta,” ujar Neta.

Tapi secara khusus, lanjut Neta, aksi ini makin mendapat dukungan karena polisi dalam melakukan tugas dan razianya sering kali tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur). Berdasarkan SOP dalam melakukan razia malam hari seharusnya terdiri dari minimal 8 petugas yang dilengkapi papan razia, lampu kelap kelip, surat tugas dan satu perwira pendamping serta lokasi razia di tempat terang.

Tapi kenyataannya banyak sekali oknum polisi melakukan razia ilegal, yang hanya terdiri dari 2-3 polisi yang ngumpet di tempat gelap, yang ujung-ujungnya hanya mencari uang pungli. Cara-cara polisi yang melakukan razia ilegal ini ternyata ikut memberikan kontribusi signifikan bagi potensi kejahatan bagi pengendara di jalanan.

Terbukti aksi kejahatan polisi gadungan menjadi satu modus, yang meniru tingkah pola razia ilegal yg dilakukan oknum polisi. Untuk itu demi menjaga keamanan pengendara di jalanan, IPW mengimbau dalam melakukan razia polisi harus patuh dengan SOP.

“ Selain itu sudah saatnya Propam Polda turun ke lapangan memantau razia polisi yang belakangan ini makin marak di Jakarta. Yang tak kalah penting Polsek, Polres dan Polda mengintensifkan mobil patrolinya di daerah-daerah rawan maupun strategis agar keamanan pengendara di jalanan tetap terjaga,” tegas Neta.

MENARIK PERHATIAN

Menanggapi hal itu, Kompol Arie Ardian R, Sik selaku Kasubdit Ranmor Polda Metro Jaya menyatakan modus kejahatan di jalan raya cenderung dinamis. Melihat situasi perkembangan di lapangan. “Diakui bahwa modus perampasan dengan mengaku sebagai aparat itu banyak terjadi. Lalu bagaimana mengatasinya, ya ketika kendaraan dihentikan oleh oknum mengaku aparat tidak berseragam jangan segan menanyakan identitas kepolisiannya,” ujar Arie.

Diakui Arie, memang masyarakat biasanya sudah ketakutan kalau berhubungan dengan polisi. Maka itu mulai sekarang trauma dan stigma harus diubah. “Menanyakan identitas, baik kepada polisi yang berseragam maupun tidak, itu hak masyarakat. Dan gak perlu takut lagi, menanyakan surat dokumen kelengkapan surat tugas,” tambah perwira lulusan Akpol 1996 ini.

Lalu bagaimana kalau mengalami kasus seperti Eman? Arie menyarankan untuk melakukan sesuatu yang bisa menarik perhatian orang yang di sekitar itu. “Misalnya dengan membunyikan klakson mobil terus-menerus atau berteriak minta tolong,” ungkap perwira kelahiran Karawang ini.

Jika situasi mobil digedor dari luar, sebisa mungkin untuk tidak membuka kaca mobil. Arahkan mobil ke tempat ramai, Pospol terdekat atau ke SPBU.

“Di sini, juga diharapkan peran serta masyarakat. Harus peduli dengan lingkungan sekitar. Satu hal lagi, harus menyimpan nomor telepon penting (dalam hal ini kepolisian terdekat) di jalur yang biasa dilewati yaitu rumah ke kantor misalnya,” urai Arie.

Soal razia polisi, menurutnya, tidak perlu takut selama kendaraan lengkap dengan dilengkapi STNK dan SIM. Begitu pun, Arie menyilakan untuk menanyakan surat dokumen kelengkapan surat tugas terutama kepada aparat yang tidak berseragam. (mobil.otomotifnet.com)