AMBISI TENAR?
Matahari tepat di atas kepala ketika sebuah bus Transjakarta mogok di dekat halte Jalan MT Haryono, Jakarta Timur pekan lalu. Di belakangnya, sudah ada mobil service khusus busway dan beberapa teknisi. Pemandangan ini bukan kali pertama terjadi. Namun sudah beberapa kali tampak bus dengan kelir dominasi orange itu mogok di tengah jalan.
"Sungguh ironis kalau benar sudah mogok busnya. Kan belum juga setahun. Apakah ini akibat dari tender yang paling murah dengan tidak mengindahkan faktor komersial dan ekonomis untuk operatornya? Kalau itu yang terjadi, sebaiknya mekanismenya diubah, dengan mengabaikan sistem tender melainkan penunjukan saja dengan sejumlah syarat kelayakan," kata Darmaningtyas, Wakil Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI),
Seperti diketahui, koridor 9 yang baru dioperasikan Desember 2010 pemenang saham mayoritasnya PO Bianglala. Sedang kepemilikan saham minoritas milik konsorsium dan pihak swasta. Kemenangan PO Bianglala dinilai mengagetkan karena dengan harga yang relatif sangat rendah yakni Rp. 5000-an per kilometer.
Menurut petinggi pemilik perusahaan bus yang minta dianonimkan, nominal itu sangat di bawah angka ekonomis. "Gila aja Bianglala berani ngambil harga segitu. Kalau itung-itungan ekonomis dengan profit yang mepet aja di angka Rp. 6 ribuan per kilometer. Makanya saya prediksi dalam waktu tak lama operator akan berteriak dan atau pelayanan kepada penumpang diabaikan. Kalau saya sih pilih mundur. Bianglala kan belum tenar," ujarnya.
Rumor yang berkembang, Bianglala berani ambil tender paling murah itu konon yakin bisa naikkan tarif Rp. 3.500 di tengah kontrak berjalan. Tapi nyatanya hal itu sulit adanya. "Kenaikan tarif busway itu tidak semudah membalik telapak tangan. Karena banyak faktor pertimbangannya. Dan harus disahkan oleh DPRD," ungkap Azas Tigor Nainggolan, pengamat transportasi.
Tasmiati, salah satu bos PO Bianglala, tidak bersedia menjawab panjang ketika diminta konfirmasi soal busnya sering mogok karena kurangnya perawatan plus memilih tender itu. "Wah, ada yang lebih berkompeten berbicara soal itu. Kalau saya ngurusin khusus bus Bianglala. Pak Djembar yang pegang koridor 9, tapi lagi dinas di luar negeri dan saya coba hubungi saja belum bisa," ungkap Tasmiati.
DIPERIKSA KPK
Azas Tigor Nainggolan minta tender dengan sistem 'murah-murahan' dievaluasi. "Kalau benar bus koridor 9 yang belum setahun sudah sering mogok, ini sistem tendernya perlu dievaluasi. Kan di Keppres tahun 2007 yang mengatur soal Transjakarta juga tidak disebutkan secara ekplisit harus dengan tender. Mungkin KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) perlu masuk untuk memeriksa ada penyimpangan di panitia tendernya," tegas Tigor.
Mestinya, pelayanan Transjakarta semakin baik, karena toh terbukti diminati. Karena itu image yang dibangun harus lebih baik, bukan sebaliknya malah semakin buruk seperti saat ini di mana sering busnya mogok, penumpang antre panjang, hingga waktu yang tunggu lama. Tentu ini bisa membuat andalan transportasi ibu kota ini dijauhi penumpang.
"Penunjukan saja, kan banyak operator sekarang juga pemilik angkutan bus seperti Primajasa, Lorena, Bianglala hingga Steady Safe. Tender itu kan sistem kapitalis. Kalau pun tender mestinya dirumuskan secara jelas hak dan kewajiban operator, misalnya kondisi bus, gaji sopir yang layak dan seterusnya. Sekarang saja sopir busway gajinya hanya setara UMR (Upah Minimum Regional) Jakarta lebih sedikit. Sekurangnya, dua kali UMR dong biar layak," ungkap Darmaningtyas. UMR DKI Jakarta Rp 1,3 juta.
M. Akbar, bos BLU Transjakarta ketika dihubungi untuk konfirmasi seputar tender 'murah-murahan' ini tidak bersedia menjawab, saat dihubungi OTOMOTIF. Namun Ir. Udar Pristono, Kadis Dishub DKI menyatakan akan menegur operator kalau busnya seringkali mogok. "Akan saya kejar, agar baik perawatannya. Karena itu menjadi tanggung jawab operator," ujar Pristono.
Walaupun Pristono juga mensinyalir mogoknya bus pada koridor 9 sebenarnya juga terjadi pada koridor lainnya. Penyebabnya tidak mesti buruknya perawatan, tetapi bisa jadi karena bahan bakar gas tercampur air. "Itu banyak terjadi, gasnya kemasukan air. Namun saya akan coba tanyakan kepada PO Bianglala," tambah pria ramah ini.
Ia juga menerangkan bahwa mekanisme tender telah sesuai aturan yang telah ditetapkan. Termasuk kenapa lebih murah koridor 9 dibanding koridor 1 yang perkilometernya hingga Rp. 9 ribu. "Koridor 1 kan masih memakai bahan bakar solar yang harganya lebih mahal, dibanding koridor 9 dengan BBG," lanjutnya.
Tentang hak dan kewajiban operator, telah ditentukan secara baku yakni operator berhak atas operasi dan perawatan. Sebuah perusahaan juga telah melalui proses administrasi, teknik, dan kemampuan finansial untuk bisa memenangi tender. "PO Bianglala telah memenuhi syarat administrasi, teknik (harus memiliki bengkel dan depo) dan biaya. Soal berani murah, pasti nggak ada perusahaan yang nggak mencari keuntungan dalam berbisnis bukan," tegas Pristono yang menyatakan akan melakukan tender serupa untuk koridor XI Kampung Melayu - Pulau Gebang yang akan segera dioperasikan. (mobil.otomotifnet.com)