Provocative Driver, Mending Di Hindari

Editor - Selasa, 6 Oktober 2009 | 12:10 WIB

(Editor - )

OTOMOTIFNET - Perjalanan jauh, jalanan padat merayap sementara cuaca panas. Mendadak ada yang ugal-ugalan menempel kendaraan kita, memotong antrean, menyalakan lampu jauh atau klakson berkepanjangan. Rasanya pasti pengin marah, turun dari mobil buat ngomel-ngomelin atau melakukan aksi balasan. Ujung-ujungnya, kita yang tadinya tertib jadi ikutan ugal-ugalan.

TEROR LAMPU & KLAKSON


Aksi provokatif sesama pengguna jalan bisa muncul dalam berbagai bentuk. Apalagi di perjalanan antar kota. Berbagi jalan dengan aneka jenis kendaraan, dari motor, mobil penumpang, bus antar kota atau truk. Efeknya enggak cuma bikin stres, tapi juga membahayakan keselamatan.

“Terutama di jalan bebas hambatan keluar kota. Ketika menyetir kendaraan pada kecepatan normal antara 80 sampai 100 km/jam di lajur kanan, tiba-tiba ada kendaraan di belakang saya dengan kecepatan tinggi menempel dan memberikan lampu dim berkali-kali. Sangat membahayakan sehingga saya harus memacu kendaraan saya lebih cepat karena di kiri banyak mobil dengan kecepatan lebih rendah,” papar Rizky Basworo, dari Toyota Soluna Vios Club (TSVC).

Hal serupa dialami James Ridwan, teror dengan klakson. Atau menempel ketat di tengah macet atau mendadak memotong jalur di tengah lintasan kecepatan tinggi. Pengemudi yang sebelumnya tertib bisa terpancing jadi ugal-ugalan karena naik darah. Jumlah ‘perusuh’ pun bertambah jadi dua mobil.

“Biasanya karena setelah diprovokasi, kita akan melakukan tindakan emosional. Mulai dari mendahului secara "kasar" dengan jarak yang cukup tipis, atau setelah mendahului kita dengan sengaja mengerem mendadak. Biar kendaraan di belakang ngerem,” aku aktivis klub Suzki Jip Indonesia (SJI) ini.

Menurut psikolog Lukman Sriamin, M Psi, perilaku provokatif sebenarnya masalah interpretasi. “Itu lebih karena kitanya yang terpengaruh. Mungkin dia enggak bermaksud begitu. Bisa saja sebenarnya karena dia lagi terburu-buru jadi enggak peduli orang lain. Itu tergantung di kitanya, ikut terprovokasi apa enggak,” jelas mantan ketua Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah DKI Jaya ini.

“Mengalah, itu yang jalan terbaik. Berusaha untuk tetap sabar, kembali lagi ke pemikiran bahwa emosi tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru,” imbuh James.

Terus bagaimana dong biar tetap cool, sabar dan ikhlas mengalah? “Manajemen perjalanan yang baik. Perkirakan jarak dan waktu tempuh, jangan sampai terlambat. Orang terlambat dan diburu-buru waktu biasanya jadi lebih gampang emosi dan enggak pedulian sama yang lain,” saran instruktur safety driving, Momon S Maderoni.

Penulis/Foto: Nawita/Tigor