Penerapan Nopol Ganjil Genap, Kebijakan Kebablasan!

billy - Minggu, 3 Juli 2011 | 09:03 WIB

(billy - )


JAKARTA - Pemerintah provinsi DKI Jakarta, masih terus dipusingkan dengan tingkat kemacetan lalulintas. Pemerintah DKI Jakarta, berniat akan memberlakukan nomor polisi ganjil-genap. Artinya, pada hari-hari tertentu, nomor polisi ganjil boleh melewati ruas jalan protokol, begitupun sebaliknya untuk nomor genap.

Atas rencana itu, sejumlah kalangan memberikan tanggapannya. Salah satunya adalah tanggapan  Irfan Yanuarza, pembaca OTOMOTIF yang juga pengguna jalan raya di Jakarta.

Menurut saya peraturan mengenai pembatasan kendaraan (mobil) ganjil genap adalah suatu kebijakan yang kebablasan dan tidak ada dasarnya, dan menurut saya agak kurang masuk akal. Masa orang usaha banting tulang pagi hingga malam kerja cari duit untuk beli mobil, mobilnya cuma bisa dipakai 3 hari dalam 1 minggu?

Menurut saya pemerintah terkesan asal-asalan membuat peraturan. Mereka (baca:pejabat) mana pernah macet-macetan? Wong mereka kalau jalan selalu dikawal, kalau perlu jalan ditutup. Jadi mereka sebenarnya tidak tahu penyebab macetnya Jakarta itu apa.

Kalau yang saya lihat, secara 50% hidup saya ada di jalan, penyebab kemacetan jalan itu disebabkan oleh hal-hal konyol, seperti di ruas tol dalam kota (Jakarta, red) Grogol - Semanggi, setiap hari padat. Kepadatan itu kadang berbuntut sampai Jalan Latumenten.

Sebabnya tidak jelas, yang terlihat hanya penumpukan di pintu keluar (Rumah Sakit,red) Dharmais, yang kalau dilihat berawal di bawah jembatan penyebrangan, bisa dipastikan akibat kendaraan umum yang berhenti sembarangan. Lanjut ke arah pintu keluar Senayan, macetnya disebabkan oleh joki-joki 3 in 1 yang berserakan hingga ke tengah jalan. Konyol bukan?

Lalu kepadatan juga terjadi di setiap gerbang tol, penyebabnya banyak, ada yang berebutan jalan, hingga ke-lemotan (lambatan, red) penjaga tol yg terkesan bekerja terlalu lambat dalam mengembalikan uang kembalian tol.

Hal konyol lainnya penyebab kemacetan adalah truk-truk yang seringkali mogok, patah as, hingga ban pecah. Siapa yang salah? Tentu saja sang pemilik truk yg notabene adalah pengusaha angkutan. Mereka memakai suku cadang “tembakan” atau rekondisi, ban vulkanisir dan lain sebagainya, sehingga kondisi truk-truk tersebut sangat memprihatinkan dan riskan untuk mogok.

Dan lagi, seringkali saya lihat polisi menindak pelanggar jalan di tengah-tengah jalan pada saat jam sibuk. Hal tersebut tentu saja membuat jalanan di belakangnya jadi macet kan?

Yang terakhir, yang menurut saya paling penting. Kondisi jalan yang hancur. Hampir disetiap pintu rel kereta api jalannya pasti rusak, sehingga orang-orang memperlambat jalannya, juga jalan yang bolong-bolong, yang seringkali membuat pengendara motor jatuh, dan sudah dapat dipastikan berbuntut kemacetan dan korban jiwa.

Menurut saya (dan saya pikir yang lain juga berpikir sama) hal-hal tersebut yang paling mengambil andil terbesar dalam hal kemacetan di Jakarta. Juga jangan salahkan banyak pengendara yang lebih suka membawa mobil pribadinya dibandingkan naik kendaraan umum. Wong kondisi kendaraan umum saat ini juga memprihatinkan kok.

Jadi saya berharap pemerintah lebih bisa mencari solusi yang lebih baik dibandingkan mengambil keputusan yang ngawur.

Regards,

Irfan Yanuarza

via email  (mobil.otomotifnet.com)