Bukan pekerjaan mudah untuk mengurusi dan merawat sirkuit yang berulang tahun pada 23 Agustus 1992 ini. Komitmen terhadap dunia motorsport yang membuat Tinton terus merawat dan mencari sumber dana sirkuit ini. "Sejak awal berdiri, 90% kegunaan sirkuit dipakai untuk balap, sedangkan 10% lainnya untuk kepentingan lain. Seperti launching produk atau ATPM yang ingin mencoba mobil, motor atau ban," seru pria kelahiran 21 Mei 1945 ini.
Saat ini Sentul memiliki 165 karyawan yang harus dihidupi. Banyaknya karyawan ini membuat pihak manajemen harus berputar otak supaya semua terbayar. "Paling tidak sampai saat ini untuk merawat diambil dana dari pembuatan event serta sewa dari para ATPM. Sedang untuk mengurusi hal-hal yang lebih kecil pakai uang hasil dari latihan," tambah pria kelahiran Blitar, Jatim ini.
Menurutnya, uang hasil latihan tersebut dipakai untuk membiayai pemotongan rumput, penggantian lampu, perawatan kamar mandi dan lainnya.
Tinton sebagai salah satu pemilik sirkuit dan ‘bapak' para karyawan tak hanya membayar gaji saja, namun beberapa juga sudah diberangkatkan untuk naik haji dan umroh ke tanah suci.
Tentunya Tinton juga pernah merasakan trek miliknya. Terakhir membalap di Sentul pada tahun 1994 di kelas Super Saloon. Kalau tahun ini kembali ikut balap di kelas one make race Mercedes-Benz, hanya untuk mengembalikan memori lama saja. "Sudah tidak terlalu serius seperti dulu-dulu lagi. Tapi nyatanya saya masih cukup kuat untuk balap," ucapnya.
Kiprah balap orangtua pembalap Ananda Mikola dan Moreno Soeprapto memang tak perlu diragukan lagi. Menurutnya sejak 1963 tiada hari tanpa balap, namun paling berkesan ketika mengikuti balap di Macau (1971). "Waktu itu balap dalam kota, ternyata saya salah belok akhirnya masuk kandang babi," jujurnya. (mobil.otomotifnet.com)