|
OTOMOTIFNET - Dalam sebuah event olahraga memperingati ulang tahun PDI-P, 15 orang peserta lomba gerak jalan mengalami luka-luka akibat terserempet mobil di Senayan, Jaksel (20/6). Sang pengemudi, diduga mengalami serangan epilepsi.
Sementara Minggu lalu, Djoko meninggal akibat jatuh dari motornya saat turing di jalan raya Garut-Tasikmalaya (4/7). Anggota Ikatan Sport Harley Davidson (ISHD) Jakarta ini mengalami serangan stroke. Akibatnya ia kehilangan kontrol atas motornya, jatuh dan meninggal.
”Sebenarnya Kang Djoko sempat merasa pusing dan berhenti dulu di pinggir jalan. Namun saat mulai menjalankan motornya lagi, rupanya beliau terkena serangan, meninggal dan terjatuh,” tutur Jonni B.S. Nugroho dari HDCI Bandung. Red alert buat pengemudi yang mengidap epilepsi dan stroke.
TUBUH TAK TERKONTROL
Pada kedua kasus di atas, kecelakaan terjadi karena pengemudi kehilangan kesadaran dan tidak bisa mengendalikan kendaraannya. Menurut dr. Yohanna Kusuma, SpS, serangan epilepsi memang bisa menyebabkan pengemudi kejang dan kehilangan kesadaran. Tapi bukan itu saja, kasus serupa juga bisa disebabkan karena stroke atau penyakit lain.
“Epilepsi atau kejang terjadi akibat aktivitas listrik di otak yang cukup tinggi, sehingga tubuh tidak terkontrol. Akibatnya sel-sel otak jadi kekurangan oksigen dan terjadi kejang. Cedera atau trauma yang menyebabkan scar atau luka di otak juga bisa berakibat kejang,” jelas spesialis neurologist dan neurosonologist certified in neurosonology WFN-NSRG di RS Royal Taruma ini.
Masukkan sendok, untuk cegah lidah tergigit |
Longgarkan pakaian yang kencang |
Dr. Yohanna Kusuma, SpS. Aman nyetir, syaratnya 2-3 tahun bebas serangan. |
Pilih obat dengan cermat, hindari yang menyebabkan kantuk. |
Jusri Pulubuhu. Jujur pada diri sendiri, akui batas kemampuan. |
Kejang bisa terjadi secara general, hilang kesadaran, kelojotan dan keluar busa dari mulut. Tapi bisa juga parsial, hanya bagian tubuh tertentu seperti tangan atau kaki saja yang kejang, bisa tetap sadar, bisa juga kehilangan kesadaran. Kejang ini bisa terjadi akibat epilepsi murni. Tandanya, sudah mengalami 2 atau lebih serangan kejang dan dipastikan lagi dengan hasil rekam otak atau EEG yang menunjukkan kondisi abnormal.
“Tapi bisa juga karena penyebab lain. Seperti infeksi, tumor, kecelakaan yang menyebabkan trauma di kepala atau demam tinggi. Faktor-faktor ini bisa mengakibatkan serangan kijang, tapi belum tentu epilepsi,” papar lulusan Universitas Atma Jaya dan Universitas Indonesia ini.
JANGAN MENGEMUDI
Ada beberapa hal yang bisa memicu serangan kejang. Bagi pengemudi mobil atau motor, pemicu serangan tersebut ada cukup banyak di sekitarnya lo. Terutama kecapean, kurang tidur dan stres. “Secara visual, lampu seperti lampu diskotik bisa juga memicu serangan. Saat nyetir malam, lampu jalan yang terlalu terang, silau dan terus menerus juga bisa memicu serangan,” lanjut neurolog lulusan National Neuroscience Institute, Singapura ini.
Lalu, boleh apa enggak sih, penderita epilepsi, stroke atau yang pernah cedera otak mengemudikan mobil atau motor? Boleh, tapi dengan syarat. “Di Singapura, ada aturan jelas pengemudi yang pernah mengalami epilepsi tidak boleh mengemudikan mobil. Tapi di sini gak ada larangan ya? Untuk penderita epilepsi, paling tidak 2 sampai 3 tahun bebas serangan, baru bisa dianggap cukup aman untuk mengemudi,” kata dr. Yohanna.
Tuh, sudah seharusnya pemerintah dan pihak Kepolisian memerhatikan penyakit itu. Terutama calon pembuat SIM yang mempunyai riwayat kedua penyakit tersebut sebaiknya tidak dikeluarkan izin mengemudinya. Jangan cuma tes mata dan fisik aja dong, Pak!
Nah, sekarang bagaimana jika menemui kejadian pengemudi atau penumpang di mobil kita mengalami serangan? Yang pertama, jangan panik. Lalu, bawa ke ruangan yang suhunya nyaman, sejuk dan lega, baringkan.
Longgarkan pakaian, seperti kancing atau ikat pinggang, tali sepatu dan lain-lain. “Jangan ditahan atau dipegangi kejangnya, biarkan saja. Kalau mulutnya menggigit, masukkan sendok untuk mencegah lidah tergigit. Sesudah itu segera bawa ke rumah sakit terdekat,” saran ibu satu anak ini.
PENYAKIT BERBAHAYA BUAT DRIVER
Mengemudi merupakan aktivitas yang menuntut kondisi pengemudi yang fit. Beberapa penyakit tertentu, bisa jadi ancaman berbahaya bagi pengemudi. Seperti epilepsi, bila penderita belum terbukti bebas serangan selama 2-3 tahun.
Darah tinggi yang tidak terkontrol juga berbahaya, karena ada ancaman serangan stroke. Apalagi dengan kandungan kolesterol tinggi. “Tekanan darah 130/80, mesti mulai waspada," saran dr. Yohanna. Begitu pula penderita gangguan jantung, terutama gagal jantung. Karena ada ancaman sesak napas dan hilang kesadaran. Gagal jantung terjadi karena jantung gak bisa memompa darah ke jantung dan seluruh tubuh. Akibatnya suplai oksigen ke otak juga terhambat. Karena darah adalah pembawa oksigen, efeknya kehilangan kesadaran.
Flu dan batuk berbahaya? Kalau mengkonsumsi obat-obat yang membuat ngantuk, itu yang berbahaya. Ini bisa diantisipasi dengan pemilihan obat yang tidak mengandung bahan yang menyebabkan kantuk kala mengemudi mobil maupun motor.
EFEK DOMINO
Untuk kondisi seperti ini, Jusri Pulubuhu menyarankan tindakan preventif. Kalau nekat, bisa bikin efek domino. “Kalau punya penyakit seperti itu, sebaiknya jangan mengemudi. Karena bisa memicu efek domino, mencelakakan diri sendiri dan orang lain,” kata pakar safety driving dari Jakarta Defensive Driving Consulting.
Serangan kejang karena epilepsi atau stroke, biasanya sulit diantisipasi karena datang tiba-tiba. Kalau sudah terjadi serangan, teman seperjalanan tidak bisa menghentikan. Paling banter berupaya mencegah agar kondisi tidak memburuk. Jadi kuncinya hanya berani jujur pada diri sendiri, mengakui batas kemampuannya.
“Kalau memang punya potensi penyakit dan tidak memungkinkan untuk mengemudi, lebih baik enggak usah maksa. Apalagi di Jakarta dengan kondisi jalan yang padat, stres. Bayangin aja apa jadinya kalau lagi lari kencang di tol, tiba-tiba kena serangan epilepsi atau stroke seperti dialami Joko,” ujar pehobi motor gede yang juga mengikuti turing yang sama dengan almarhum.
Penulis/Foto: Vivi, Nawita / Tigor