Keberadaan bahan bakar gas masih belum dilirik
Jakarta - Seiring bertambahnya jumlah kendaraan yang diproduksi, maka kebutuhan akan bahan bakar secara otomatis akan bertambah. Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi paling banyak digunakan.Menurut Wianda Pusponegoro, VP Communication PT Pertamina (Persero), kebutuhan saat ini dalam satu hari mencapai 1,6 juta barrel atau setara dengan 254,384 juta liter (1 barrel = 158,99 liter).
Diakui pula bahwa kapasitas produksi PT Pertamina belum sanggup memenuhi jumlah permintaan tersebut. Oleh karenanya harus membuka keran impor untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional. "Total lifting sebanyak 287 ribu barel per hari.
Itupun sudah semua dari lapangan yang ada kita absorb ke kilang-kilang Pertamina untuk jadi BBM," beber Wianda, ketika ditemui di pameran otomotif di Tangsel, Banten. Nah karena kebutuhan yang banyak dan akan terus bertambah, sementara persediaan tak mencukupi, maka terbuka lahan untuk menggunakan bahan bakar gas.
Terdapat salah satu kontrol untuk memindahkan bahan bakar dari gas ke minyak
HARGA MURAH
Untuk hal ini, Pertamina sudah memiliki Vi-Gas, produk bahan bakar LGV (Liquiefied Gas for Vehicle). "Bentuknya cair, sehingga penyebutan dalam pengisian dan harga tetap menggunakan liter. Bukan liter setara Premium (LMP)," ucap Sarah Azzahra Riyaldi, Jr. Officer Marketing Communication & Customer Care PT Pertamina (Persero).
Menurutnya, dengan Vi-Gas memiliki banyak keuntungan. Seperti nilai RON yang lebih besar dari 98. Memungkinkan pembakaran yang sempurna sehingga ramah lingkungan. Tekanan Vi-Gas dalam tangki juga tergolong rendah. Keuntungan yangrelatif sama juga akan didapat dengan penggunaan CNG (Compressed Natural Gas).
Sayangnya, masyakarat umum masih enggan menggunakan bahan bakar gas tersebut. Padahal secara nilai ekonomis, lebih murah dibanding bahan bakar minyak Premium sekalipun. Vi-Gas saat ini harganya hanya Rp 5.100, dengan performa jauh lebih baik dibanding Premium. Sedangkan untuk CNG dihargai Rp 3.100.
Converter kit untuk Vi-Gas memiliki beberapa model dan harga
KENDALA HARGA
Adanya BBG sebagai bahan bakar alternatif, campur tangan pemerintah harus besar. "Saat ini pihak pemerintah tidak serius menangani bahan bakar gas. Ada dua komponen utama yang bisa membuat bahan bakar gas sukses. Pertama mandatory dan berikutnya insentif," sebut Robbi Sukardi, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Compresed Natural Gas Indonesia (APCNGI).
Menurutnya, tanpa ada mandatory atau ketegasan dari pemerintah, program ini tidak bisa berjalan. Jangan pula mengharapkan swasta, karena secara hitungan ekonomi tidak menarik. Selain itu, sebaiknya terdapat kerjasama antara pihak Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Pertamina.
Sebab PGN memiliki jalur distribusi gas, sedangkan PT Pertamina punya stasiun pengisian bahan bakar. Sayangnya, pihak PGN sampai berita ini diturunkan tidak menanggapi hubungan komunikasi OTOMOTIF. Ditambahkan Jonathan Eka, Project Leader Drive Auto Gas Save Indonesia, PT Autogas Indonesia, konsumen masih banyak yang melihat dari gambaran-gambaran buruk saja.
Seperti kejadian-kejadian pada angkutan umum pengguna BBG yang terbakar. "Itu semua sebenarnya bisa dihindari kalau konsumen melakukan perawatan berkala," sebutnya. Sebenarnya, kendala paling utama bagi konsumen yakni pada harga converter kit tersebut. Sudah menyebut angka puluhan juta rupiah, jelas membuat konsumen berpikir ulang.
Apalagi penggunaan atau pemasangan converter kit BBG, akan menggugurkan garansi kendaraan. Ini juga menjadi masalah. "Seharusnya, pihak agen pemegang merek mobil, kalau tidak mengeluarkan yang versi BBG, paling tidak mendukung. Caranya dengan tidak menggugurkan garansi dengan syarat yang telah ditentukan," tambah Robbi.
Pemerintah harus serius tentang bahan bakar gas supaya bisa berjalan dengan baik
Robbi Sukardi
Selain itu, ketersediaan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) juga masih terbatas. "Kita menyebutnya dengan SP Vi-Gas. Hingga saat ini sudah ada 32 SP Vi-Gas. Rinciannya 23 buah di wilayah Jawa bagian Barat, 3 buah di Jawa Bagian Tengah, 6 buah di Jawa Bagian Timur," beber Wianda.
Wianda mengakui infrastruktur untuk menyalurkan BBG masih harus ditingkatkan jumlahnya. Maka dari itu, PT Pertamina (Persero) bakal menambah jumlah SP Vi-Gas yang dimulai dari wilayah Jabodetabek. "Target kita adalah tambahan 22 SP Vi-Gas di Jabodetabek yang sekarang sedang kita selesaikan," papar Wianda lagi.
Meski masih ada kendala pemasangan di konsumen, namun para pemain converter kit ini tetap optimis. "Pasarnya ada dan terus tumbuh. Bahan bakar gas ini menjadi salah satu solusi dari BBM," tambah Toto Taofik, Service Advisor PT Autogas Indonesia.
Untuk pemasangan di kendaraan, menurut Toto ada dua macam bentuk, yakni silinder dan seperti donat. Keduanya memiliki kapasitas dan harga yang berbeda. Untuk model silinder kapasitasnya ada yang 48 dan 58 liter, sementara bentuk donat atau ban serep tersedia 42 dan 58 liter. Mengenai harganya berkisar Rp 11-22 juta, bergantung pada model yang dipakai.
Selain itu, terdapat versi untuk CNG. Versus Auto Gas, converter kit asal Polandia berharga Rp 15 juta. Mensiasati tingginya harga, "Kita menyediakan skema cicilan yang dapat diangsur dalam tempo 1 tahun. Angsuran ini hanya berlaku untuk pembelian menggunakan kartu kredit BCA," tegas Bari Setiadi, selaku Direktur PT Energi Bersih Indonesia, yang ditunjuk sebagai Agen Pemegang Merek Versus Auto Gas.
Mengenai ketersediaan unit, PT Autogas Indonesia memiliki stok yang cukup memadai, sekitar 800 unit. Sementara Versus Auto Gas sedia sekitar 50 unit karena masih sebagai pemain baru. Halo pemerintah, sudah ada yang respon nih...• (otomotifnet.com)