JAKARTA - Dalam hitungan 1-2 hari usai hajat besar Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016, satu persatu agen pemegang merek merilis data kesuksesan penjualan selama ajang 11 hari di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten tersebut.
Angka-angka penjualan dan persentase kenaikan fantastis lantas meluncur dari transaksi yang berhasil dibukukan.
Momen ini pun diterima sebagai event yang sukses, dilihat dari jumlah pengunjung dan nilai transaksi yang diraih. Dan...selesai. Sampai jumpa tahun depan.
Melihat fenomena ini, barangkali memang demikian ritme event bertaraf internasional ini. Bersiap-siap, berjualan dan selesai.
Tak heran, banyak yang menyorot dan menyayangkan event besar ini dibuat tak ubahnya ajang sales namun dengan kemasan lebih ‘wah’.
Adakah yang salah dengan event bertema Green Technoloy fo a Better Future? Tidak.
Hanya saja, ada beberapa l hyang menjadi bias dari penyelenggaraan GIIAS 2016. Bias ini perlu diakui tak muncul dari hanya satu penyebab namun dari beberapa sisi.
Pertama, dari internal penyelenggara. Dapat dirasakan, event sebesar GIIAS seolah tak ada ‘soul’ yang membuatnya berlangsung dengan pameran internasional. Melainkan berjalan dengan ritme yang disebut tadi....bersiap-siap, berjualan, selesai.
Indonesia Ternyata Punya 'Lapak' Mobil Baru Terbesar di Dunia
Memang ada beberapa pertunjukan tekologi dan namun nuansa yang mencuat kental sebagai ajang jualan yang dibumbui berbagai show.
Kedua, tak sedikit exhibitor memandang event in murni sebagai ajang jualan. Sehingga, nuansa atau soul yang muncul pun ini adalah ajang penjualan biasa dan merupakan kesempatan besar melepas unit sebanyak-banyaknya. Karena memang sudut pandangnya memang dari berapa unit bisa dilepas.
“Tahun ini saya nilai sepi, kalau tahun lalu kan ramai,” ujar seorang petinggi APM menanggapi dengan menggunakan insting.
“Pengunjung memang ramai seperti pada saat 17 Agustus. Itu saat PNS, TNI dan komunitas boleh masuk gratis. Siangnya memang sangat ramai sampai-sampai ada customer saya yang janjian di sini batal datang. Tapi sorenya jalanan sudah kosong. Hari-hari lainnya juga enggak ramai,” terangnya tanpa membeber data.
Alhasil, penjualan tinggi pun menjadi sebuah perlombaan. Meski sedikit orang menyadari, pencapaian penjualan dicapai dengan menggabungkan transaksi di dalam dan luar pameran selama periode pameran.
Ketiga, bias ini tak hanya mendapat kontribusi dari penyelenggara dan exhibitor. Media pun tak perlu ditutupi ikut menyumbang hilangnya soul sebuah pameran berkelas.
Karena angka penjualan merupakan ‘bintang’ pameran ketimbang highlight ‘Green Technology fot A Better Future’.
Hal yang dapat diamati adalah, apakah di tahun keduanya diselenggarakan di ICE BSD, GIIAS 2016 benar-benar menggairahkan masyarakat untuk berbondong-bondong mengupdate diri dengan teknologi terkini atau hanya memancing pengunjung yang akan membeli kendaraan di pameran.
Penyelenggara, dalam hal ini Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) bisa saja mencopy paste atau berusaha melakukan hal yang lebih baik dari penyelenggaraan tahun sebelumnya.
Yakni membuka sebuah pameran, lalu melempar informasi ke publik serta berusaha mempertahankan tensi pameran agar tetap tinggi dan memberi kesan ‘wah’ ke publik. Wah, pengunjung, wah, pertunjukan teknologinya, wah penjualannya. Jangan bicara awareness publik terhadap tama pameran, karena jauh dari harga, diskon dan benefit pembelian.
Perlu diakui, event ini hidup berkat aktivitas beberapa APM yang agresif menyebar daya tarik brandnya yang akan meramaikan pameran di area seluas hampir 97 ribu meter persegi ini.
Merekalah yang meng-highlight ‘fitur’fitur’ pameran lewat kekuatan hubungannya dengan media. Demikianlah ritme pameran ini berlangsung dengan penjualan dan rekapitulasi pesanan menjadi bintang.
Menanggapi penilaian seperti ini, Yohannes Nangoi, Ketua Gaikindo mengungkapkan pandangannya dalam beberapa hal. Meski tak mengiyakan ada bias yang terjadi selama GIIAS 2016 namun dapat dicerna apakah ada kesesuaian dengan telah diulas di atas.
"Pers yang ramai-ramainya ke jualan. Di sana ada international conference, wartawan enggak banyak memperkenalkan industri otomotif Indonesia,” ucapnya saat bicara dengan otomotifnet.com (26/8). “APM beri paket khusus biasanya itu yang diliput,” lanjutnya.
“Saya lihat 350 stan produk lokal, wartawan enggak nongkrong di situ. Banyak pengunjung dari luar negeri mereka ke stan-stan kecil yang pamerkan produk lokal. Kalau Anda perhatikan banyak industri pendukung cuma luput,” paparnya.
Yohannes lantas menunjuk sebuah seminar internasional dengan pembicara dari luar negeri di mana media tidak banyak hadir.
“Misalnya pembicara dari Amerika yang berbicara tentang jeleknya polusi, bicara dengan data yang menarik. Saya dengar bagus sekali. Ada Faisal Basri, menarik. Salah satu pameran yang diendorse oleh OICA (Organisation Internationale des Constructeurs d'Automobiles, organisasi pabrikan kendaraan) harus ada seminar,” ulasnya.
Menurutnya, dampak penjualan menjadi besar hingga mencapai Rp 6 triliun itu merupakan efek samping. “Tapi buat kami ajang ini memperkenalkan kemajuan teknolog otomotif, mempertemukan industri lokal dan asing, saling tukar pengetahuan,” jelas Yohannes.
Masih menurutnya, unsur desain mobil ini yang disorot semua pihak. Publik antusias sehingga ada 460 ribu pengunjung yang datang atau rata-rata beberapa puluh ribu per hari ini luar biasa. “Kalau 10 persennya hampir 50 ribu per hari, tapi industri luput dari ingar-bingar,” ucap Yohannes.
“Saya lihat beberapa orang, ngobrol, beberapa sengaja tinggal di hotel. Dulu orang makan siang terus kabur lihat pameran. Sekarang mereka alokasikan personal time untuk melihat hasil-hasil produksi,” lanjutnya.
Ia juga menunjuk, ajang pameran enggak bisa dihindarkan adanya unsur hiburan dan ada bagusnya juga. Mereka membantu penyelenggaraan menjadi lebih meriah. “Gaikindo memiliki persoalan besar dengan alokasi,” ujarnya disinggung mengenai publikasi dan hospitality.
Menurutnya, ia tidak melihat seberapa besar penjualan tetapi seberapa sukses event ini.“Oh, return brand meningkatkan penjualan besar. Saya tidak lihat (itu). Tapi (pengunjung) naik 5 ribu, transaksi bertambah besar dalam volume dan rupiah, ada kemajuan di sini. GIIAS dapat pujian dari partner asing, wartawan asing. Memang kondisi ekonomi masih melemah. Namun saya sebut penyelenggaraan sukses, baik,” papar Yohannes yang melaporkan hasil-hasil GIIAS ke Menteri Perindustrian.
Melihat data yang dirilis Gaikindo tahun 2015 di tempat sama, pengunjung tembus 451.654 orang lebih tinggi dari target diharapkan sekitar 350 ribu orang. Sementara nilai transaksi penjualan 25 merek mobil mencapai 17.077 unit dengan nilai Rp 5,4 triliun lebih.
Tahun 2016, pengunjung naik 5 ribu orang menjadi 456.517 orang. Penjualan 25 merek mobil mencapai 20.338 unit dengan nilai Rp 6,2 triliun lebih.
Jika saja GIIAS 2017 semua pihak masih berfokus pada penjualan, tak berlebihan, jika event pameran internasional ini tak ubahnya skala besar BCA Auto Show yang digelar di tempat sama beberapa bulan sebelumnya. (otomotifnet.com)