Siap Berakselerasi, Jangan Lagi Bully Suzuki

Jumat, 4 November 2016 | 20:24 WIB

Jakarta- Kehadiran Suzuki GSX-R150 dan GSX-S150 menghidupkan kembali gairah Suzuki. Ada harapan besar yang muncul dari hadirnya dua model baru ini.

Maklum, butuh waktu sangat lama bagi Suzuki bangkit dengan model-model yang tren di Indonesia.

Morikawa Daigo, Direktur Marketing PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) pun tak menutupi hal ini ketika ditemui di hari pertama Indonesia Motorcycle Show (IMOS) 2016 di JCC, Jaksel (2/11).  

Pria yang sudah 3 tahun bertugas di Indonesia ini bahkan tahu situasi pelik yang dihadapi Suzuki.

Harapan fans Suzuki saat digelar final Suzuki Indonesia Challenge 2015

Masih ingat ribut-ribut Satria F150 baru akhir tahun lalu? Motornya belum ada namun sudah menghiasi media nasional, termasuk ribut-ribut seputar teknologinya.

Suzuki bahkan menjadi bahan bully-an di media sosial karena tak kunjung merilis produk baru. Silakan googling sendiri.

Termasuk tekanan fans yang menginginkan Suzuki segera merilis produk baru.

Ketika hendak ditunjukkan foto spanduk berisi harapan fans yang Otomotifnet.com dapat di Sirkuit Sentul pertengahan tahun lalu, Morikawa pun segera tersenyum.

“Yang warna kuning ya. Saya juga punya. Saya di situ saat itu,” ujarnya tersenyum sembari geleng-geleng.

Suzuki GSX-R150 di IMOS 2016

 

Soal Kesulitan Tahun-Tahun Belakangan

Seperti pabrikan lain, Suzuki juga terpukul krisis global. Kode kerasnya, tahun 2011 mereka menarik diri dari ajang MotoGP yang membutuhkan budget besar.

Krisis global ini juga memukul pengembangan produk mereka di Indonesia (catat, ini bukan satu-satunya sebab Suzuki mandek).

Parahnya, efeknya berkepanjangan hingga 2016, mereka hanya punya dua model saja. Satria F150 dan Addres yang diakui tak kuat di pasaran.

“Kita cuma punya dua. Market underbone sangat susah. Dulu di 150 cc uderbone hanya ada Satria saja. Sekarang Yamaha membuat MX kapasitasnya 150 cc juga. Lalu Honda membuat Sonic dan Supra GTR jadi market ini ada empat model. Kami terlalu bergantung pada Satria,” aku Morikawa.

Namun masalah pelik sebenarnya terjadi di tubuh Suzuki.

Seorang sumber mengungkapkan jika Suzuki terlalu berpikir global.

“Mereka ingin buat satu produk untuk semua negara. Satu model untuk dijual dalam sekian tahun. Itu tidak bisa. Saat ini, tiap enam bulan sekali bahkan perlu ganti stripping,” buka sang sumber.

“Seperti contoh, batok lampu yang besar di Suzuki Shooter itu mengikuti regulasi di Vietnam. Tapi orang sini mana suka,” lanjutnya.

“Lalu ada aturan sorot lampu harus sekian derajat ke atas membuat desain batok lampu enggak bisa kecil. Sehingga modelnya beda sama dengan tren pasar di sini,” ungkapnya.  

Secara organisasi Suzuki Jepang saat ini menguasai 95 persen saham PT SIS. Indomobil hanya sekitar 4,5 persen. Sehingga membuat tidak ada suara yang kuat untuk menyuarakan selera market Indonesia.

“Padahal, pasar siapa yang paling besar dan layak digarap?” ujarnya.

Pakai nama besar GSX-R, performa harus superior

Bukan Sembarang Pakai Nama GSX-R

Sekarang dengan adanya dua sport di 150 cc, Suzuki siap berakselerasi. Meraih pembeli baru tapi utamanya merangkul kembali konsumen lama yang hilang.

Sebagai pabrikan dengan fans base fanatik dan jaringan yang luas, Suzuki masih punya peluang.

“Kami pasti coba lagi untuk menaikkan brand Suzuki dengan launching GSX-R150 untuk merangkul kembali konsumen kami. Kemarin-kemarin, Suzuki belum punya model lain bagi pengendara Satria untuk stepping up,” ujarnya.

Morikawa Daigo, Direktur Marketing PT SIS. Suzuki kini siap berakselerasi

“Kami membutuhkan waktu sangat lama dibanding kompetitor untuk meluncurkan motor sport. Sekarang kami mengakselerasi (penjualan) dengan model ini. Model ini diluncurkan tahun depan. Sampai saat launching, kami buka indent secara online,” papar Morikawa.

Suzuki GSX-R150 dan GSX-S150 menurutnya didevelop di Jepang. Namun produksi dilakukan PT Suzuki Indomobil Motor di Indonesia.

Mengapa Suzuki tidak konsen mengikuti ritme pasar motor sport di Tanah Air?

Suzuki RG-R150 di era '90-an. Memiliki performa tertinggi di zamannya

Morikawa memberi ulasan, jika dulu market share motor sport atau motor laki naik turun karena selera pasar masih berubah-ubah.

Namun sekarang grafik penjualan sport relatif stabil pertanda orang sudah menyuka jenis motor ini.

Adapun Suzuki merilis model dengan nama GSX bukan tanpa konsekuensi.

Brand ‘GSX-R’ sudah mendunia di 30 tahun. Sehingga untuk menggunakan nama tersebut maka performa motor harus ‘super’.

“Kalau pakai nama GSX-R, kita harus berpikir sebuah motor sport yang high perfomance.Untuk kelas 150 harus ada identitas. DNA harus pakai dari top level. Kalau tidak begitu, kita tidak pakai nama GSX-R” ujarnya.

“Yang paling penting, mengeluarkan model dengan ciri khas Suzuki,” ujar Morikawa seraya menegaskan Suzuki tidak berhenti di model ini saja tahun depan.

Suzuki FX-R150 di era 2000-an. Melebihi spek motor 150 cc 4-tak di zamannya

Senang Dengan Fans Suzuki

Adapun bicara soal fans Suzuki yang fanatik, Morikawa memahami kondisinya.

“Saya sangat senang dengan fans Suzuki. Fans motor berbeda dengan mobil. Suzuki harus bikin yang menggetarkan hati dan mengguncangkan mindset.Itu ciri-ciri Suzuki. Kalau tidak maka akan dibully,” tuturnya.

“Ada banyak konsumen Suzuki bertanya, identitas Suzuki seperti apa, ada di mana. Ini yang mau diperdengarkan lagi di konsumen,” pungkasnya.

Jadi sudah ya, jangan lagi bully Suzuki.  (otomotifnet.com)