Kecelakaan yang sering terjadi adalah tabrakan pada saat di tikungan.
Maka dari itu, tahun 1920-an pabrik kendaraan di Jerman mulai menciptakan lonceng dan peluit uap.
Lonceng tersebut dipasangkan pada kendaraan produksi mereka dan berfungsi sebagai tanda untuk berbelok.
Jika lonceng berbunyi sekali, tandanya mobil akan berbelok ke kanan.
Jika lonceng berbunyi dua kali, berarti mobil akan berbelok ke kiri.
BACA JUGA: Jangan Sok Lawan Arus, Digiring Bus Baru Tahu Rasa, Ini Videonya
Namun ternyata, penggunaan lonceng sebagai tanda belok ini pun tidak efektif karena ramainya aktivitas lalu lintas.
Bunyi lonceng malah justru bikin bingung pengguna mobil lalu lintas lainnya karena bersahut sahutan.
Oleh karena itu, bunyi lonceng menjadi tidak jelas.
Maka dari itu, pada tahun 1930, dibuatlah sebuah alat indikator berupa lampu tambahan kanan-kiri yang dipasang di bagian depan dan belakang mobil.
Pengguna kendaraan hanya perlu menekan tombol kontak yang telah tersambung dengan lampu indikator itu.
Alat inilah yang dinamakan lampu sein dan masih digunakan hingga saat ini pada mobil dan kendaraan lainnya.
Kata sein sendiri diserap oleh masyarakat Indonesia dari bahasa Inggris, yaitu sign yang berarti tanda.
Sedangkan riting adalah Bahasa Jawa untuk sein yang diserap dari bahasa Belanda, richting yang berarti arah.
Berarti sekarang sudah pada tahu bukan awal mulanya lampu sein itu. (Otomotifnet.com)