Otomotifnet.com – Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) menolak tegas rencana pemberlakuan SNI (Standar Nasional Indonesia) Wajib Pelumas.
Rencana pemberlakuan SNI pada oli digulirkan Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) yang saat ini notifikasinya tengah diajukan ke WTO (World Trade Organization).
Dalam hal ini, PERDIPPI menolak keras rencana tersebut.
“Kepentingan konsumen adalah bagaimana mendapatkan pelumas yang tepat guna, sesuai kebutuhan peralatan dan persyaratan mutu produsen peralatan tersebut. Selain itu, untuk mendapatkan harga yang wajar dan mudah memperolehnya kapanpun diperlukan," kata Paul Toar, Ketua Umum PERDIPPI di kawasan SCBD, Jakarta Selatan (11/5).
(BACA JUGA: Bukannya Bohong, Tapi Aki Kering Memang Isinya Tetap Basah)
Rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas ini sendiri disinyalir memiliki kepentingan di baliknya.
“Selain tidak menjamin perlindungan konsumen, kebijakan itu juga sarat dengan kepentingan yang menimbulkan persaingan tidak sehat dan merugikan ekonomi nasional," kata Paul.
Berdasarkan pengamatan PERDIPPI, regulasi ini justru merupakan upaya untuk menghambat produk pelumas impor terhadap produsen dalam negeri.
Hal ini akan berdampak pada distribusi produk pelumas di pasaran yang tidak berjalan baik dan lancar, sehingga yang terjadi adalah munculnya harga yang tinggi.
(BACA JUGA: Waspada...Dikira Petugas TV Berbayar, Ternyata Garong Bersenjata, Yamaha R15 Dirampas)
Ini terjadi karena biaya uji minyak lumas motor berkisar US$1 juta per SKU, meski lembaga pelaksana sertifikasi menyatakan biaya sertifikasi SNI di Indonesia berkisar Rp 500 juta per SKU.
“Jika setiap perusahaan pelumas mempunyai 40 jenis pelumas yang kena SNI Wajib, maka biaya yang perlu ditanggung sekitar Rp 20.000.000.000 per empat tahun," kata Paul.
“Tentu ini akan mengurangi daya saing perusahaan kecil dan menengah, karena biaya itu pasti masuk harga dan dibebankan kepada konsumen. Artinya, akan terjadi persaingan yang tidak sehat”, lanjutnya.
PERDIPPI menilai pengajuan notifikasi ke WTO oleh Kemenperin tentang rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas merupakan tindakan sepihak.
“Mayoritas stakeholder dalam hal ini perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan pelumas telah secara berulang menyatakan penolakannya," tutup Paul Toar.