Otomotifnet.com - Pelaku pungutan liar ke sopir truk di wilayah Jawa Barat tak hanya pengangguran, melainkan oknum berseragam.
Hal tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua Aptrindo, Kyatmaja Lookman.
Parahnya lagi, di beberapa daerah rawan pungli oknum Dishub masih kerap menggunakan Undang-undang lalu lintas yang sudah tidak berlaku.
"Ada sisi oknum aparatnya dan dari sisi masyarkat. Jadi memang macam-macam," kata Kyatmaja di Jakarta (12/10).
(Baca Juga: Honda Brio Dicegat Polisi, Pelat Diganti Palsu, Pinjam Tapi Lebihi Deadline)
"Padahal sudah dicabut di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Tapi oknum Dishub itu masih gunakan Undang-undang lama yakni UU Nomor 13 Tahun 1965," imbuhnya.
Kyat mengaku, aksi para preman memalak uang pungli pun cukup beragam.
Tak cukup dengan mengancam melukai para sopir tersebut, para preman bahkan kerap mencuri ban hingga aki pemilik truk.
"Memang di UU yang lama ada tapi di dalam UU yang baru sudah dihapus. Undang-undang lama itu menguntungkan dia (oknum) sehingga memakai UU seenaknya sendiri,"
(Baca Juga: Honda Brio 'Babak Belur', Diamuk Massa Tanpa Sebab, Pengemudi Kabur)
"Dua daerah seperti Jawa Barat dan Banten sering terjadi, padahal mereka sebenarnya tahu tapi pura-pura enggak tahu," tegasnya.
Kyat menambahkan, gangguan berupa pungutan liar itu, menurutnya, dapat mengurangi pendapatan yang diterima oleh sopir truk.
Umumnya, pendapatan sopir truk bergantung kepada uang operasional yang diberikan perusahaan kepada sopir.
Menurutnya, sebagian uang operasional itu terpaksa disisihkan untuk membayar pungli yang diminta oleh sejumlah pihak.
(Baca Juga: Tol Demak-Tuban Dapat Lampu Hijau, Terhubung Dari Semarang Hingga Surabaya!)
Akibatnya, pendapatan pengemudi menjadi berkurang.
"Kebanyakan sopir itu sratusnya mitra, jadi di dalam uang operasional dia itu ada bagian dari pendapatan dia sama komisi. Sehingga kalau terkana pungli jelas kesejahteraanya menurun," tutur dia.