Otomotifnet.com - Ditengah pandemi Covid-19, yang berdampak melorotnya penjualan mobil. Tentu patut didukung wacana relaksasi pungutan pajak mobil baru guna menstimulus penjualan.
Seperti halnya telah diusulkan oleh Kementerian Perindustrian untuk menghapus sementara pajak mobil baru. Hal tersebut patut didorong realisasinya sebagai upaya mendongkrak daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Nah salah satu instrumen pajak yang dipungut dari penjualan mobil baru sebelum mangaspal di jalan, adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
PPnBM dipungut sebagai pemasukan pajak kepada Pemerintah pusat, termasuk pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun pemerintah daerah berhak memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Baca Juga: Wacana Relaksasi Pajak, Suzuki Belajar dari LCGC, Dampaknya Signifikan
Semua instrumen pajak tersebut dibebankan kepada konsumen, yang dibayarkan dalam komponen harga mobil baru.
Kebijakan tarif PPnBM telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 73 tahun 2019, yakni sebesar 15-70% untuk kendaraan bermotor angkutan orang.
Adapun besaran tarif PPnBM pada PM 73/2019 terdiri dari delapan bab dan 47 pasal, yang tak lagi menitik beratkan pada bentuk bodi kendaraan.
Melainkan seberapa besar emisi gas buang yang dihasilkan, serta konsumsi bahan bakar. Alhasil besaran tarif PPnBM bisa berbeda-beda tiap jenis ataupun model kendaraan.