Upgrade Mesin Mobil, Baiknya Remap ECU atau Ganti Knalpot Dulu?

Aditya Pradifta,Panji Nugraha - Jumat, 18 Desember 2020 | 19:00 WIB

Ilustrasi upgrade mesin (Aditya Pradifta,Panji Nugraha - )

Otomotifnet.com - Upgrade performa mesin mobil bisa ditempuh dengan berbagai macam cara, jalan simple ada ganti knalpot hingga remap ECU.

Dari dua pilihan tadi, kira-kira mana yang baiknya ditempuh terlebih dulu? Tentu ini jadi pertanyaan beberapa orang.

Odi Rachmat dari ORD Exhasut coba menjelasakan, pakar modifikasi ini menyarankan untuk ganti knalpot terlebih dulu, bukan karena dia spesialis knalpot, tapi ada alasannya.

"Sebetulnya yang akan terjadi saat melakukan remap lebih dulu baru ganti knalpot, nantinya gak agak optimal peak performanya,"

Baca Juga: Hyundai Palisade Unik, Masuk Big SUV di Indonesia Tapi Bermesin Santa Fe

Aditya Pradifta
Ganti knalpot mobil full system

"Ternyata misalnya airflow yang dibutuhin mesin gak sesuai," ucap Odi.

"Dan sebetulnya tetap akan ada peningkatan power tapi tidak sempurna. Pada akhirnya justru harus remap lagi,"

"Gampangnya, hal teknis dulu baru elektrikalnya. Entah itu cuma knalpot atau kompomen lain di mesin," sambung Odi.

Ia juga menambahkan nantinya akan lebih menguras biaya jika melakukan salah urutan, "Artinya kan akan keluarin biaya lagi untuk remap," ucapnya menukas.

Selain itu, ada dampak lain pada mesin misalnya saja soal stoikiometri yang normalnya 13:1.

"Kita gak tahu berapa rasionya yang harus dinaik-turunkan persentasenya,"

"Yang bisa mengakibatkan reach (campuran bahan bakar basah) atau juga lean (campuran bahan bakar kering). Nah lean itu dekat dengan potensi mesin gelitik," terang Odi.

Dua keadaan ini adalah kondisi mesin tidak optimal, jika reach artinya AFR (Air-Fuel Ratio) sekitar 1:11.

Baca Juga: Kawasaki Ninja 150R Berobat ke Bengkel, Mesin Mati Saat Buka Gas Besar, Diurut Baru Ketahuan

Remap ECU oleh Elika Automotive Performance EP Tune

"Itu udah boros, hitam, ngebul, bau, dan gak enak. Kalau lean itu sekitar 1:14 atau 1:15 ke atas AFR-nya,"

"Padahal mobil itu masih menyimpan sekitar 10% lagi kalau AFR-nya ketemu di 1:13," jelasnya lagi.

"Akibatnya jika terjadi reach itu bisa ngempos di rpm bawah. Busi gak mampu membakar dengan sempurna karena kebanyakan bensin,"

"Kalau dibiarkan terlalu lama bahayanya bisa masuk carbon ke dalam mobil. Kalau ke mesin bisa bikin silinder jadi baret," sambung Odi lebih rinci.

Menurut Odi lagi, jika terjadi lean akan lebih mudah dirasakan karena akan lebih cepat mencapai over heat dan mesin gelitik.

Akibat terparahnya yakni piston bisa meleleh karena bensin kurang, terjadi detonasi (mesin gelitik).