Otomotifnet.com - Nenek Jumirah (63) ketakutan usai terima Uang Ganti Rugi (UGR) tol Jogja-Bawen sebesar Rp 4 miliar.
Lantaran selepas terima uang, Ia didatangi Kepala Dusun (Kadus) Balekambang, Hartomo dan warga bernama Naryo dan ngaku dipalak Rp 1 miliar.
Saat itu, Kadus Hartomo menyebut ada kelebihan bayar yang diterima Jumirah.
Diketahui, luas lahan milik Jumirah yang terkena proyek tol Jogja-Bawen sekitar 3.500 meter persegi sudah melalui verifikasi pada Desember 2022 lalu.
"Yang diminta Rp 1 miliar, katanya itu kepunyaan tim," kata Jumirah, (11/4/23).
Tidak hanya kadus, Jumirah mengaku juga didatangi rombongan tim pembebasan lahan tol Jogja-Bawen, dan menyebut mereka kelebihan bayar ke Jumirah.
"Tapi saya kan sebelumnya juga tidak diberi tahu apa-apa, jadi saya tolak," imbuh dia.
Dia mengaku khawatir karena para oknum ini sempat mengancam bakal membawanya ke penjara jika tak memberikan sejumlah uang yang diminta.
Kekhawatirannya makin bertambah lantaran selepas pertemuan tersebut, rumahnya selalu didatangi orang tiap pekan.
Jumirah pun mengaku ketakutan jika ada orang tak dikenal sampai mendatangi rumahnya.
"Pintu rumah saya sampai digedor-gedor. Setiap ada mobil berhenti di depan rumah, saya ketakutan sampai sakit kepala dan glesotan di lantai," ungkap dia.
Saking ketakutannya, Jumirah harus mengungsi selama tiga bulan di rumah saudaranya.
"Saya lalu mengungsi selama tiga bulan di saudara, takut kalau ada yang datang. Orangnya banyak, pernah 13 orang, 11 orang, pokoknya kalau ada mobil putih datang, saya lari karena takut," kata Jumirah.
Jumirah mengatakan, UGR tol Jogja-Bawen yang diterimanya tidak semua untuk dirinya.
Sebagian telah dibagikan ke saudara dan anaknya.
"Anak saya dua, satu kerja di sini dan satunya di Hongkong, ini rumah juga direnovasi agar mereka pulang dan tinggal di sini," ungkapnya.
Dia mengakui saat ini hidupnya tidak tenang, padahal dirinya hanya mengikuti arahan petugas hingga menerima uang Rp 4 miliar tersebut.
"Orang-orang pada datang minta uang Rp 1 miliar, alasannya untuk tim karena ada kelebihan bayar. Terus terang saya takut, padahal saya tidak bersalah," sebut Jumirah.
"Semua hitungan saya manut sama petugas, kok malah sekarang seperti ini," papar Jumirah.
Dia pun mengaku sempat menawar dengan membayar Rp 50 juta.
"Tapi jawabnya, kalau hanya segitu ya anggota tim tidak dapat semua. Lha saya ini tidak tahu apa-apa, proses sudah dilalui kok malah seperti saya yang salah," jelasnya.
Jumirah berharap persoalan ini segera selesai dan dirinya melanjutkan hidup dengan tenang.
"Saya ini sudah tua, sekolah juga cuma sampai kelas tiga SD, sekarang malah dikejar-kejar dimintai uang," ujarnya.
Sementara Kepala Desa (Kades) Kandangan, Paryanto mengatakan, salah perhitungan itu terjadi saat verifikasi tanaman.
"Jadi tanaman pohon jati milik Jumirah itu berukuran kecil, tapi dimasukan ke kategori sedang," jelasnya, (12/4/23).
Untuk kategori kecil, satu pohon dihargai Rp 50.000 dan pohon sedang Rp 400.000.
"Jadi ada selisih harga Rp 350.000, kalau dikalikan 2.298 pohon dan perhitungan lain, yang diterima sekira Rp 902 juta," kata Paryanto.
Dia mengaku mengetahui itu pada 26 Januari 2023 saat menerima surat dari PPK Jalan Tol Yogyakarta-Bawen.
"Menginformasikan ada kelebihan tersebut, dan meminta agar ada mediasi sehingga uang kelebihan dikembalikan," ujarnya.
Pada 5 Februari 2023, seluruh pihak dipanggil untuk mediasi.
"Dari pihak Jumirah yang datang kakak dan penasihat hukumnya. Kita sampaikan soal mediasi dan kelebihan uang tersebut, tapi belum ada titik temu," paparnya.
Paryanto mengungkap, Jumirah mengaku pernah dipanggil ke kantor Desa Kandangan, padahal dirinya tidak pernah mengundang selain mediasi tersebut.
"Padahal saya tidak pernah mengundang, dasar saya ya pemberitahuan mediasi tersebut. Tapi saya tidak tahu yang mengundang Jumirah pertama kali tersebut," kata dia.
Menurut Paryanto, Jumirah tidak salah dalam kasus ini, namun hanya saja cenderung pasif dalam persoalan penerimaan nominal sebelumnya.
"Sejak awal dia menerima yang disampaikan tim pengadaan tanah tol tersebut, dia tidak menyangkal dan bahkan cenderung pasif. Jadi dia menerima saja soal nominal yang disampaikan tim," ujarnya.
Soal Kadus Hartomo dan Naryo, saat dikonfirmasi oleh Paryanto menyangkal pernyataan Jumirah.
"Mereka mendatangi sore hari setelah penerimaan uang itu soal kelebihan bayar, jadi harus dikembalikan," kata Paryanto.
Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohineng juga ikut menyoroti kasus yang menimpa Jumirah.
Bondan mengatakan, ketidakberesan tersebut terkuak saat Jumirah melakukan audensi dengan DPRD Kabupaten Semarang, (8/4/23).
"Kami dan Komisi A menerima audensi dari Jumirah tersebut, Kepala Desa Kandangan juga hadir. Tapi, Kepala Dusun H dan warga bernama N tidak hadir," kata Bondan, (12/4/23).
Kejanggalan tersebut, kata Bondan, H dan N mendatangi Jumirah tepat setelah pencairan dana ganti rugi tol diterima pada 12 Desember 2022.
"Jadi, pagi dana diserahkan, sorenya langsung meminta istilahnya kelebihan bayar tersebut. Datang tanpa dokumen," papar dia.
"Datang menagih dan meminta kelebihan kan bukan kewenangan perangkat dusun dan warga, darimana mereka tahu ada kelebihan bayar. Padahal, Kades saja tidak tahu kejadian ini," kata Bondan.
Selain itu, tim appraisal telah melakukan verifikasi terkait tanaman warga.
"Tinggi tanaman belum ada 50 sentimeter masuk kategori tanaman kecil, nilainya Rp 50.000. Tapi, ini masuk kategori sedang harga Rp 400.000, berarti kesalahan ada di tim appraisal," ujar dia.
Menurut Bondan, berdasar penuturan Jumirah, jika bersedia mengembalikan uang kelebihan bayar Rp 902 juta, dijanjikan mendapat Rp 100 juta.
"Kan semakin aneh, kalau itu kelebihan bayar semua masuk ke negara. Lha ini kok seperti cashback, kalau membayar dapat uang pengembalian," ungkap dia.
"Saat Jumirah menyampaikan hanya akan mengembalikan Rp 50 juta, mereka juga berkata 'kalau uang segitu, tim yang lain juga belum dapat bagian' ini semakin janggal karena ada rencana pembagian," kata Bondan.
Dengan pola tersebut, Bondan menduga ada oknum yang bermain demi mendapatkan keuntungan pribadi.
"Ini dugaan ya, karena kalau bu Jumirah tidak mungkin terlibat dalam konspirasi ini. Bisa jadi di daerah lain juga ada, menyasar pemilik lahan dengan modus sama, untuk kepentingan oknum," papar dia.
Kepala Dusun Balekambang, Desa Kandangan, Bawen, Kabupaten Semarang, Hartomo membantah tuduhan dirinya yang meminta uang ganti rugi Rp 1 miliar ke Jumirah.
Menurutnya, dirinya orang yang pertama kali melaporkan adanya kelebihan bayar yang diterima Jumirah terkait penghitungan ukuran pohon.
"Jadi pada 13 Desember 2022 setelah uang ganti diterima warga Kandangan, saya diminta menjadi saksi oleh keluarga Jumirah," jelasnya, (13/4/23) di Balai Desa Kandangan.
Awalnya dia diminta menjadi saksi karena dilakukan pembagian uang ke keluarga Jumirah.
"Uang yang diterima Rp 4 miliar. Terdiri dari Rp 3 miliar uang lahan dan Rp 1 miliar atau tepatnya Rp 902 juta itu uang tanaman," kata Hartomo.
Saat itu disepakati uang lahan sebesar Rp 3 miliar dibagi untuk tiga keluarga besar Jumirah.
Namun entah apa alasannya, uang Rp 1 miliar belum dibagikan dan dibawa oleh Jumirah.
"Saat itu, ada keluarga Jumirah yang menyampaikan kalau pohon jati yang ukurannya kecil, tapi kok menerima uangnya banyak," kata Hartomo.
"Bahkan paling banyak di Kandangan. Padahal di lahan lain yang pohonnya besar-besar menerimanya tidak sebanyak Jumirah," jelas Hartomo.
Selanjutnya, Hartomo diminta tim untuk melakukan mediasi agar Jumirah bersedia mengembalikan uang kelebihan sebesar Rp 902 juta.
Dia membantah melakukan intimidasi dan hanya berniat untuk mediasi agar uang kelebihan dikembalikan sesuai amanah tim.
"Bahkan saya ditawari uang Rp 50 juta itu tidak mau, karena tugas saya hanya diminta memediasi agar uang negara dikembalikan. Saya tidak minta sepeser pun," tegas Hartomo.
Baca Juga: Sempat Tolak UGR Rp 3,5 Miliar, Rumah Terakhir di Klaten Akhirnya Tergusur Tol Solo-Jogja