OTOMOTIFNET - Belakangan ini banyak dijumpai ragam produk ban motor di pasaran umum, yang sejatinya merupakan hasil rekondisi dengan menggunakan metoda vulkanisir, layaknya yang umum diterapkan pada ban truk atau bis ini.
OTOMOTIF sempat mendapatkan beberapa produk, yang diklaim penjualnya sebagai ban vulkanisir, dengan basis produksi di Bogor dan Tangerang. Banderol retailnya terbilang tak terpaut jauh dengan ban baru lokal ukuran sejenis.
Semisal yang dijajakan di kawasan Kalimalang, Jaktim, tanpa merek dan logo SNI (Standar Nasional Indonesia) namun secara kasat mata mirip ban baru. Dengan kontur alur kembang pada tapak yang terlihat masih bagus, apakah kualitasnya setara dengan ban baru?
| Produk DRTyre (DRT) ini tetap menampilkan informasi kalau ban ini hasil vulkanisir |
Kemasannya enggak beda dengan versi yang baru | Pemilihan ban bekas wajib memerhatikan periode expire-nya |
Full-Pressed
Di balik tampilannya yang cukup oke, ternyata beberapa produsen ban vulkanisir ini sudah membuatnya secara presisi. Seperti diterapkan Teddy, marketing director CV Kurnia Lestari (KL) selaku distributor dan produsen beberapa produk ban motor lokal.
Teddy enggak main-main untuk urusan kualitas. "Kami menerapkan metoda vulkanisir ban motor secara full-pressed. Artinya kekuatan setara dengan ban baru," promosi pembesut Toyota Kijang Innova ini.
Selama ini memang banyak beredar ban motor vulkanisir yang hanya melapis ulang bagian tread (tapak ban), sedangkan side wall (dinding ban) tetap mengandalkan bawaan ban yang sudah terpakai sebelumnya itu.
Kondisi yang kerap muncul pada ban motor vulkanisir dengan pelapisan ulang hanya di bagian tread-nya, yaitu karet tapak rentan lepas karena tidak menyatu side wall. "Ketika dipakai jalan juga mudah goyang, karena kekuatan perekatnya cuma pada bagian tapak," ujar Teddy.
Metoda full-pressed pada proses vulkanisir yang diterapkan Teddy, yaitu dengan melapis ulang sekujur ban, mulai side wall sampai tread, menjadi satu kesatuan.
Tahapan awal yang dilakoni Teddy sebelum masuk ke proses vulkanisir itu sendiri, dengan memilah kualitas ban bekas sesuai syarat yang ditentukan. Seperti bagian tapak ban, kembangnya tidak boleh sampai habis, dan serat nylon juga tak boleh sampai keluar permukaan.
"Serat bagian dalam juga mesti dicek kondisinya meski tapak masih terlihat bagus. Kalau tapaknya ditekan terasa lunak, berarti sudah ada benang yang putus di dalamnya dan tidak boleh divulkanisir, karena bisa membahayakan keselamatan ketika dipakai jalan," jelas Teddy.
Masuk ke proses utama vulkanisir. Seluruh permukaan ban (side wall & tread) diserut menggunakan mesin bufing. Tahapan ini merupakan salah satu unsur vital dari serangkaian proses. Tujuannya untuk meratakan serta memperhalus seluruh permukaan ban, yang nantinya akan dilapis ulang pakai karet ban baru.
Proses dilanjutkan dengan memberi perekat pada seluruh permukaan ban yang sudah diserut tadi, memakai campuran cushion gum serta bensin sebagai bahan lem yang dilakukan secara manual.
Kemudian side wall dilapis dengan cushion gum model lembaran, serta tapaknya dibalut karet ban baru sisa potongan limbah produksi ban mobil. Lanjut ke proses cetak pakai mesin molding yang merangkap oven ini, selama 15 menit. "Proses pemanasannya pakai sistem steam boiler, dengan suhu 150 derajat celcius dan tekanan ban 180 psi," jelas Teddy sembari menyebut banderol yang ditawarkan ke toko mulai Rp 60-70 ribu (ukuran 2.50-17 dan 2.75-17), dengan umur pakai 6-12 bulan sesuai pemakaian.
Penulis/Foto: Anton / Johan
Editor | : | Editor |
KOMENTAR