Saat terpasang knalpot racingnya serupa dengan BeAT. |
Jakarta - Honda Scoopy memberikan kesan tersendiri buat pemiliknya, tampilan retro modern memang terlihat unik dan cantik. Namun, kemampuannya, tak bisa dipandang sebelah mata, enggak sama dengan motor kuno, tentunya.
Setelah digunakan beberapa lama, Tony si pemilik Scoopy 2010 ini sudah wara-wiri hingga menempuh jarak 2.500 km lebih. Ternyata dengan jarak segitu, dia merasa cukup puas dengan kemampuan standar dan ingin meningkatkan performa tunggangannya. Jadi, meski bodi klasik, performa masa kini.
Tentunya, performance parts pun perlu dipilih untuk meningkatkan kemampuan mesin skutik 110 cc itu. Memang, pilihannya tak sampai merombak kondisi standar terlalu banyak, kepala silinder tetap dibiarkan standar, begitu pun karburatornya, masih pakai pengabut bensin bawaan pabrik.
Alhasil, pilihan komponen peningkat performa ala sejuta skuteris ini pun dipilih. Seperti menggunakan CDI aftermarket serta knalpot racing.
Supaya ketahuan seberapa besar peningkatan tenaga yang diperoleh, tentu perlu alat ukur. Apa lagi, jika bukan menggunakan mesin dynotest. Kali ini roller dyno yang ada di bengkel Khatulistiwa Surya Nusa di Jl. Pramuka, Jakpus menjadi tempat pengetesannya.
"Mesin ini pakai Tachoroller," tutur Ovi Sardjan, piawai dynotest dari KSN. Jadi, patokannya berdasar pada kecepatan roller, bukan pada putaran mesin.
Karena memang beban yang diukur adalah pada rodanya langsung. Maka hasil yang akan terlihat adalah kurva pada kecepatan roller tertentu.
Pertama-tama, kondisi standar jadi acuan awal. Setelah running beberapa kali, terdapat hasil tenaga maksimum 4,5 dk. Lantas, CDI pun dipasang, dengan merek Varro menjadi alat cobanya.
Terpaut perbedan 0,1 dk peningkatan tenaganya. Terlihat tidak terlalu besar, tetapi kurvanya sudah meningkat di putaran bawah. "Tenaganya sudah terlihat meningkat dari putaran bawah," ungkap Kris, operator dynometer tersebut.
Kedua hasil tadi, masih andalkan knalpot standar. Tentunya, seperti pengendara skutik pada umumnya, agar tarikan lebih enak, knalpot pun ditukar. Knalpot CLD dipasangkan lalu dicoba kembali untuk diukur.
Hasilnya, memang tampak berbeda jauh. Dari tenaga maksimal 4,6 dk setelah menggunakan CDI Varro, kali ini lonjakan tenaga cukup signifikan. Hasil berupa semburan daya maksimum 5,9 dk tertera pada layar monitor!
Tampak sangat jauh! Memang kurva lonjakan pun langsung terlihat berbeda sejak awal hingga pada kurva tertinggi di mana kondisi tenaga puncaknya. Hal ini disinyalir karena saluran buang lebih lancar dengan leher knalpot tanpa tekukan terlalu banyak juga silencer yang lebih bebas hambatan.
Sementara knalpot aslinya memang selain menggunakan pipa lebih kecil, juga tekukannya cukup banyak, dan mungkin ini menjadi penyebab tenaga lebih tertahan. (motorplus.otomotifnet.com)
Setelah digunakan beberapa lama, Tony si pemilik Scoopy 2010 ini sudah wara-wiri hingga menempuh jarak 2.500 km lebih. Ternyata dengan jarak segitu, dia merasa cukup puas dengan kemampuan standar dan ingin meningkatkan performa tunggangannya. Jadi, meski bodi klasik, performa masa kini.
Tentunya, performance parts pun perlu dipilih untuk meningkatkan kemampuan mesin skutik 110 cc itu. Memang, pilihannya tak sampai merombak kondisi standar terlalu banyak, kepala silinder tetap dibiarkan standar, begitu pun karburatornya, masih pakai pengabut bensin bawaan pabrik.
|
Supaya ketahuan seberapa besar peningkatan tenaga yang diperoleh, tentu perlu alat ukur. Apa lagi, jika bukan menggunakan mesin dynotest. Kali ini roller dyno yang ada di bengkel Khatulistiwa Surya Nusa di Jl. Pramuka, Jakpus menjadi tempat pengetesannya.
"Mesin ini pakai Tachoroller," tutur Ovi Sardjan, piawai dynotest dari KSN. Jadi, patokannya berdasar pada kecepatan roller, bukan pada putaran mesin.
Karena memang beban yang diukur adalah pada rodanya langsung. Maka hasil yang akan terlihat adalah kurva pada kecepatan roller tertentu.
Pertama-tama, kondisi standar jadi acuan awal. Setelah running beberapa kali, terdapat hasil tenaga maksimum 4,5 dk. Lantas, CDI pun dipasang, dengan merek Varro menjadi alat cobanya.
Terpaut perbedan 0,1 dk peningkatan tenaganya. Terlihat tidak terlalu besar, tetapi kurvanya sudah meningkat di putaran bawah. "Tenaganya sudah terlihat meningkat dari putaran bawah," ungkap Kris, operator dynometer tersebut.
Kedua hasil tadi, masih andalkan knalpot standar. Tentunya, seperti pengendara skutik pada umumnya, agar tarikan lebih enak, knalpot pun ditukar. Knalpot CLD dipasangkan lalu dicoba kembali untuk diukur.
Tampak sangat jauh! Memang kurva lonjakan pun langsung terlihat berbeda sejak awal hingga pada kurva tertinggi di mana kondisi tenaga puncaknya. Hal ini disinyalir karena saluran buang lebih lancar dengan leher knalpot tanpa tekukan terlalu banyak juga silencer yang lebih bebas hambatan.
Sementara knalpot aslinya memang selain menggunakan pipa lebih kecil, juga tekukannya cukup banyak, dan mungkin ini menjadi penyebab tenaga lebih tertahan. (motorplus.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR