Jakarta - Mungkin, banyak pemilik yang sudah memodifikasi mobilnya anteng-anteng saja. Artinya, dalam Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) masih sesuai dengan standar. Padahal, entah itu bodi, mesin, atau warna sudah tidak asli.
Sesuai dengan Pasal 52 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009 (populernya disebut UU No.22/2009) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juncto Pasal 123 ayat (1) huruf b juncto Pasal 131 huruf (e) PP No.52/2012 disebutkan bahwa Setiap kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut akan dilakukan penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor.
Artinya, ubahan atau kreasi pada kendaraan wajib dilaporkan mulai dari yang paling sederhana. Seperti penambahan stiker pada sebagaian atau seluruh badan mobil, hingga rombakan ekstrem. Pasalnya, setiap ubahan pada warna dan bentuk orisinal yang tergambar pada STNK asal, memiliki tanggung jawab hukum.
"Rubentina (Rubahan Bentuk dan ganTi warNa) yang baik dan benar serta tidak menyalahi itu, kendaraan yang ubahannya bisa dipertanggungjawabkan," jelas Kompol Iwan Saktiadi, SIK,MSI, Kasi BPKB Polda Metro Jaya.
Maksud dari 'bisa dipertanggungjawabkan', pemilik melapor ke pihak kepolisian setempat atau Samsat untuk dilakukan pendataan ulang surat kepemilikannya. Biaya pengurusan tidak mahal, besar kecilnya disesuaikan dengan tahun pembuatan dan bentuk ubahannya.
Semisal, pikap disulap menjadi station wagon pajaknya dari kisaran Rp500 ribu menjadi sekitar Rp1,2 juta. Bila dari sedan diubah ke pikap, biaya prosesnya sekitar Rp1,5-Rp3 juta.
Lantas, bila pemilik tidak melaporkan, apa sanksinya? Untuk detailnya, bisa baca UU No.22/2009 pasal yang menyebutkan soal sanksi (denda). Itu bisa di searching di internet. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : |
KOMENTAR