Simpul Macet
Enam ruas tol yang nanti dengan desain melingkar dan akan bersambungan itu terdiri dari ruas Semanan -Sunter, Sunter-Bekasi Raya, Duri Pulo - Kampung Melayu, Kemayoran - Kampung Melayu, Ulujami -Tanah Abang serta Pasar Minggu -Casablanca.
Menurut Ir Achmad Gani Ghazaly, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), prakualifikasi tahap tender untuk 6 ruas tol dalam kota ini akan dilangsungkan 28 November 2011. Karena hanya satu calon investor dan operator yang lolos yakni PT Jakarta Tollroad Development (JTD), badan usaha milik daerah (BUMD).
JTD ini merupakan konsorsium BUMN dan perusahaan penyedia jasa jalan tol yakni PT Hutama Karya Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Wijaya Karya, PT Adhi Karya Tbk serta PT Citra Marga Nushapala Persada (CMNP). "Prakualifikasi itu diharuskan sekurangnya menjaring tiga investor untuk bisa mengikuti tender. Nantinya, meski 6 ruas, tol dalam kota ini akan dipegang oleh 1 operator," ungkap Gani.
Ruas tol dalam kota ini rencananya dibangun 6 jalur masing-masing 3 jalur di satu ruas searah. Terdiri-dari 1 jalur untuk angkutan umum dan 2 jalur buat kendaraan pribadi. Juga akan dilengkapi 10 shelter yang dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lalu lintas yang ada. "Pembangunannya akan rampung dalam 4-5 tahun," lanjut Gani.
Pembangunan 6 ruas jalan tol ini akan diyakini Gani bakal mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Karena juga disediakan khusus jalur bagi angkutan umum. Di sisi lain, pembangunannya akan lebih cepat dan mudah, karena tak perlu ada pembebasan tanah seperti kalau membangun jalan tol biasa. "Ini juga salah satu solusi mengatasi rasio panjang jalan dan jumlah kendaraan yang selama ini dirasa sangat tidak sebanding," tuturnya.
Namun pengamat tata ruang Yayan Supriyatna dari Universitas Trisakti, Jakarta, menyatakan kalau rencana ini akan mengubah struktur ruang dan pola yang ada. "Yang perlu dipertanyakan, pembangunan ruas tol dalam kota ini untuk mengatasi kemacetan atau orientasi bisnis semata. Soalnya, kalau pemerintah mau mengatasi kemacetan, mestinya MRT (Mass Rapid Transportation) yang didahulukan," ungkap Yayan.
Yayan melihat faktor bisnis lebih dominan dalam hal ini. Pasalnya, pemerintah menyerahkan kepada masyarakat atau swasta untuk membangun 6 ruas tol yang akan melingkar di atas kota Jakarta ini. Kenyataannya memang lebih mudah dan pragmatis membangun ruas tol layang ketimbang MRT dan memperbaiki angkutan massal yang sejatinya harus disubsidi pemerintah.
Sepatutnya pemerintah juga memikirkan akses keluar tol. Memang di tol tidak terjadi kemacetan, namun setelah keluar tol akan timbul kemacetan hebat dan itu menjadi simpul kemacetan baru. "Saya perkirakan, akan terjadi kekacauan saat keluar tol. Mengingat, saat ini perjalanan di Jakarta itu masuk kategori D dan E yakni 20-30 km/jam dan bahkan 0 km/jam. Hujan sedikit saja, macetnya Anda bisa rasakan sendiri," lanjut Yayan yang menyarankan agar dibangun sinergi yang baik terhadap pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi simpul kemacetan yang baru di luar jalur tol.
Kenapa MRT lebih mendesak dibangun? Tentu saja karena kereta api yang melingkar dalam kota Jakarta dan bawah tanah ini akan bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang sangat banyak. Seperti halnya di beberapa negera maju, terutama area ibukota yang penduduknya banyak dimana sarana transportasi menjadi peranti sangat vital.
Selain MRT, Yayan juga mengusulkan perbaikan angkutan massal. Misalnya memperbaiki dan menyempurnakan bus Transjakarta. Secara konsep busway sudah bagus. Hanya saja, pelaksanaannya butuh banyak pembenahan. Contohnya, waktu kedatangan antar bus sangat lama dan tidak ideal. "Ini bisa diatasi dengan memperbanyak jumlah busnya," sambung Yayan.
Darmaningtyas , Direktur Institut Studi Transportasi malah secara tegas menolak keberadaan 6 ruas jalan tol dalam kota yang akan dibangun. "Intinya, 6 ruas jalan tol tidak diperlukan oleh Jakarta. Kecuali mau menambah ruwet Jakarta. Kota kota lain di dunia justru meruntuhkan jalan tol kok Jakarta malah membangun 6 ruas tol tengah kota. Ini jelas kemunduran," kata Tyas. Ia yakin yang diperlukan bagi Jakarta adalah percepatan perbaikan angkutan massal. "Tapi sayangnya itu malah tidak dilakukan. Ya, Jakarta akan semakin macet ke depan kalau begini aja," sebutnya. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR