OTOMOTIFNET - Sejak diputuskan akan digulir lagi di rakernas IMI lalu, hingga kini konsep GP Mono masih belum jelas. PT Wahana Inti Olahraga (WINO) selaku pemilik aset 30 motor masih menunggu dari PP IMI.
Sedang 2 pejabat bidang olahraga PP IMI tampak kurang padu dalam memberi keterangan. Padahal, sejumlah pembalap dari daerah yang akan memakili tim pengprov begitu antusias
KONSEP PON
Palma Punta, direktur PT WINO mengaku belum bisa berbicara banyak dan sangat berhati-hati. "Yang saya tahu, konsepnya akan dibuat seperti PON. Jadi setiap pengprov IMI yang mampu diminta mengirim tim atau wakilnya. Soal teknisnya, saya juga belum tahu, masih menunggu teman-teman dari PP IMI," ujar Palma.
Tahun lalu, GP Mono hanya berlangsung 2 seri dari rencana 6 seri akibat peserta tidak membayar sesuai komitmen awal.
"Saya yakin seluruh pembalap pasti suka mengikuti GP Mono. Pasalnya, jenjangnya jelas ke ajang MotoGP. Masak akan naik motor bebek terus. Saya juga mengharapkan teman-teman ATPM tidak perlu lagi mempermasalahkan basis mesin Honda pada motor GP Mono yang dimodifikasi Moriwaki Jepang. Karena tidak mungkin juga misalnya kami mengambil 5 motor berbasis Yamaha, Suzuki dan Kawasaki yang justru akan merepotkan. Harus dilihat dari semangat pembinaannya, bagaimana pembinaan pembalap kita ke ajang internasional 5 tahun mendatang," lanjut Palma.
Palma belum bisa bergerak leluasa karena dari soal kelas, kategori dan konsep masih menunggu dari pihak lain termasuk promotor yang rencananya akan ditangani Indospeed. "Karena sudah diserahkan PP IMI sesuai rakernas, kami masih menunggu hasilnya. Kalau sudah keluar hasilnya, kami bisa bergerak."
Konsep dasar menyangkut penyewaan motor tidak berubah, membayar Rp 100 juta untuk 6 seri dengan pembalap dan tim tinggal membawa badan. Mekanik dan spare part disiapkan PT WINO.
Nantinya, GP Mono akan kembali digelar dalam rangkaian balap motorsport di Sirkuit Sentul bersama dengan Superbike dan Supersport.
Dyan Dilato, biro olahraga roda dua (on track) PP IMI menambahkan sampai saat ini program GP Mono masih diolah. "Supaya race under nama pengprov IMI seperti PON. Nanti kalau sudah final kami infoin ke OTOMOTIF," ujar pria yang menjadi kreator lahirnya GP Mono itu.
Konsep awal memang ditujukan kepada pembalap privateer, tim dan ATPM dengan membayar Rp 100 juta untuk mengikuti 6 seri. Tapi karena privateer tidak ada yang mau membayar, makanya lanjut Dyan, PP IMI akan mengusahakan melibatkan pengprov IMI supaya ada fight antardaerah seperti balap motor PON. "Intinya, ada yang mau bayar Rp 100 juta enggak buat satu musim. Itu aja sebenarnya," lanjut Dyan.
Namun Irawan Sucahyono justru menunggu pihak PT WINO untuk menyampaikan konsepnya. Tentu saja ini bertolak belakang dengan pernyataan Palma yang menunggu feedback dari PP IMI.
"Ya, kami memang harus segera bertemu untuk membuat finalisasi konsep dan sistem lomba yang akan dipakai. Kami kira itu yang terpenting. Karena beberapa pengprov sudah menanyakan bagaimana petunjuk pelaksanaan GP Mono tahun ini," kata kadep olahraga PP IMI itu.
Irawan mengusulkan GP Mono dibagi 3 katagori yakni kelas pengprov IMI, tim dan perorangan. Untuk kelas pengprov itu, boleh membuat lebih dari satu tim seperti Kaltim dan DKI Jakarta. Sponsor juga diizinkan membranding produknya di motor dan pembalap. Sedang kelas perorangan boleh diikuti pembalap profesional dan papan atas.
Meski belum juga turun regulasinya, beberapa pengprov telah antusias. Kaltim kabarnya akan menurunkan 5 pembalap terdiri-dari 2 tim yakni Lanay Jaya (Kutai Barat) dan Sasmidi Kombong (Kutai Timur).
"Yang jelas, kami telah menyiapkan Fitriansyah Kete. Saya yakin akan bisa berbicara banyak di ajang GP Mono. Tapi, sampai sekarang saya masih menunggu regulasinya kayak apa dari panitia," ujar Ekty Imanuel, bos tim Lanay Jaya.
Menurut Ekty, dengan membayar Rp 100 juta untuk 6 seri terbilang murah. Sementara Wawan Hermawan, pembalap yang tahun lalu setia mengikuti GP Mono menyampaikan pesan sederhana.
"Tidak perlu muluk-muluk sih. Bisa jalan sesuai rencana saja sudah bagus," kata pembalap asal Ciamis, Jawa Barat itu. Karena itu, diperlukan sosialisasi yang gencar kepada para pengprov. Gimana dengan ATPM?
Penulis/Foto: Bud / Reza
Editor | : | Editor |
KOMENTAR