Meski aturan itu belum juga muncul hingga April 2011 ini, toh sejumlah pabrikan sudah mempersiapkan senjatanya. Inikah era mobil bertubuh mungil?
Empat Pabrikan
Walau masih terkesan malu-malu mendeklarasikan keberadaan proyek besarnya, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) pemegang merek Daihatsu di Indonesia sudah menyiapkan sejumlah langkah strategis.
Anak perusahaan PT Astra International Tbk itu, pada awal tahun 2011 ini sudah mendapat lampu hijau dari Daihatsu Motor Corp, untuk membangun pabrik berkapasitas 100 ribu unit per tahun di Kawarang Timur.
“Ini merupakan pabrik terbesar Daihatsu di kawasan ASEAN,” sebut Sudriman MR, President Director ADM saat mengumumkan perihal investasi pabrik barunya itu. “Rencananya, total investasi yang ditanamkan sebanyak Rp 2,1 triliun,” ungkap Sudirman akhir Februari lalu.
Walaupun, ia tak mengungkapkan spesifik produk apa saja yang akan di buat di sana, toh sudah menjadi rahasia umum kalau Daihatsu kini tengah mempersiapkan kendaraan mungil berkapasitas mesin 1.000 cc.
“Sebenarnya kita membangun itu karena kapasitas produksi pabrik di Sunter, Jakut sudah tak mampu menampung lagi. Soal mobil kecil, kita lihat saja nanti.
Sampai saat ini produk-produk yang akan diproduksi di pabrik baru ini (Toyota) Avanza dan Daihatsu Xenia, Rush dan Terios dan Gran Max serta Luxio. Belum ada produk baru lain,” kilah Sudirman ketika ditanyakan apa saja yang akan dibuat di pabrik itu.
Demikian halnya dengan PT Suzuki Indomobil Motor (SIM) yang sejak tahun 2010 lalu sudah berkomitmen untuk menanamkan investasinya di sini untuk membenahi pabrik mereka di Bekasi Timur. Pengerjaan dan perombakan pabrik sudah dilakukan Suzuki di pabriknya itu. Sejumlah alat produksi mulai diseting ulang.
Bukan cuma merombak, tetapi beberapa lahan di belakang pabrik itu akan segera dibangun untuk memperluas kapasitas produksi mobil. “Relokasi pabrik yang di Cakung ke Bekasi juga sudah dimulai,” sebut Gunadi Sindhuwinata, Presiden Direktur PT Indomobil Tbk, perusahaan induk dari SIM saat ditemui di peluncuran Audi A8 di Jakarta, Jumat (29/4).
Selain kedua merek itu, sesungguhnya pabrikan Jepang lain juga tengah bersiap. Seperti PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) yang kini tengah berancang-ancang untuk membuat mobil kecil di Indonesia. Mobil itu adalah Mitsubishi ASX dengan mesin di bawah 1.500 cc.
Namun, perihal akan dirakitnya mobil itu, tak diungkapakn pihak KTB secara lugas. Ketika ditanyakan apakah rencana pembangunan itu akan segera terealisasi, mengingat adanya bencana tsunami, Eiichi Koito, Director Marketing Division KTB hanya tertawa. “Hahahaha...belum bisa berkomentar.”
Demikian halnya dengan Nissan. Jika kini mereka sudah memasarkan Nissan March untuk mobil jenis City Hatchback, ditengarai inilah yang juga akan dijadikan senjata untuk bertempur di kelas mobil baru. Sebab, tersiar kabar, pihak PT Nissan Mobil Indonesia, ATPM Nissan di sini sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk mendapatkan fasilitas insentif dari kebijakan mobil murah itu.
KAPASITAS 100 RIBU UNIT
Soal peraturan LCGC terbilang menarik. Bila pemerintah Thailand, sebagai pesaing utama menerapkan batasan produksi setiap pabrikan adalah 100 ribu unit per tahun baru mendapat insentif pengurangan pajak, Indonesia lebih ringan. Yaitu, setiap pabrikan yang bisa mempunyai pabrikan dengan kapasitas produksi minimum 100 ribu unit pertahun, sudah bisa mendapatkan insentif.
Artinya, jika perusahaan otomotif baru sanggup memproduksi 50 ribu unit dari kapasitas terpasang 100 ribu unit, maka pabrikan itu sudah bisa menikmati fasilitas pengurangan pajak. Lain halnya dengan Thialand yang menetapkan pabrik itu harus memproduksi mobil sampai 100 ribu unit per tahun.
kemudahan ini bisa menjadi daya tarik untuk pabrikan-pabrikan itu agar menanamkan investasinya di sini. Selain itu, pabrikan juga akan diberikan keringanan pajak apabila bisa membuat mobil dengan tingkat konsumsi BBM di 1 liter bensin untuk 22 km.
Nah perihal ini tampaknya masih menemui sedikit kendala. Pasalnya, “Standar yang dipakai kalau mengauu pada JS (Japan Standar) berbeda dengan ECU (standar Eropa). Tetapi sebaiknya diberi persamaan aja. Misalnya JS sekian sama dengan ECU berapa,” cetus Gunadi lagi.
Selain itu, tampaknya pemerintah kini juga belum bisa memutuskan, pajak-pajak apa yang akan dikurangi. Pasalnya, komponen pajak buat mobil terdiri dari PPnBM, PKB, PPN, PKB dan BBN.
Celakanya, untuk 2 terakhir itu dikenakan oleh masing-masing daerah karena adanya otonomi daerah. Singkat kata, dua pajak itu adalah sumber pemasukan daerah yang besarnya ditentukan oleh daerah masing-masing. Hal ini memungkinakn untuk berbeda-beda. Misalnya, untuk Jakarta, BBN dikenakan 10% sementara di Jawa Timur dikenakan 15%.
Terlepas dari itu, pasar mobil kecil tampaknya sudah mulai menggeliat. Apalagi, di tengah kemacetan saat ini yang semakin parah, peran mobil kecil dan irit bahan bakar bisa menjadi alternatif untuk tetap melancarkan mobilitas. Kalau perlunya hanya untuk dipakai 1-2 orang setiap hari, mengapa juga harus memakai mobil untuk 5-7 orang, bukan begitu? (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR