| Foto : Ferrari |
OTOMOTIFNET - Bukan Formula1 namanya jika antara kepentingan politik yang tinggi serta adu teknologi mobil tercanggih, tidak terdapat di sana. Bahkan strategi merekrut dan membuang pembalap, F1 masih menjadi kelas yang paling tinggi melakukan hal ini.
Dan alasan inilah yang membuat Kimi Raikkonen untuk hengkang dan memilih ajang WRC sebagai tempat meniti karir yang baru.
Tentunya ini akan membuat kebanyakan fans Kimi akan ikut kecewa. Pasalnya disatu sisi, Kimi pernah mengatakan bahwa ini adalah batu loncatan untuk kembali ke F1 dengan nafas baru.
Dan ketika ia mengatakan bahwa dirinya sudah tidak membutuhkan F1 lagi, otomatis orang-orang harus menganggapnya tidak bakal kembali lagi ke F1 selamanya.
“Seperti yang terlihat saat ini, F1 masih membutuhkan saya dan jika saya mau ke F1, masih ada kok kokpit kosong untuk saya. Tapi apakah saya membutuhkannya? Saya sudah terlanjur merasakan ketidaknyamanan berada di F1. Apalagi sekarang tim pabrikan banyak yang berhenti, dan lainnya sudah menjual timnya,” papar Kimi.
“Di F1 terlalu banyak hal yang membuat balapan bukan lagi menjadi konsentrasi utama. terlalu banyak politik, tidak ada seorang pun yang memikirkan bagaimana pendapat masyarakat serta saling menghargai. Beruntung saya tidak harus khawatir lagi, karena saya sudah bukan bagian dari olahraga itu lagi,” imbuh Kimi.
Selain itu Kimi juga mengutarakan bahwa, dirinya sudah bosan dan merasa jenuh berada di F1. Pasalnya balapan berlangsung begitu-begitu saja. Tidak pemandangan lain pada tiap lap. Sementara di Rally, setiap daerah dan setiap tikungan mempunyai karakter berbeda. Dan hal inilah yang membuat rally menjadi ajang yang sempurna bagi para pencari tantangan.
“Saya menganggap rally adalah salah satu ajang balapan yang tidak akan pernah membosankan. Karena setiap trek punya karakter tersendiri,” ungkap Kimi. Sementara untuk kembali ke F1, Kimi tidak mau banyak berkomentar. Apakah ini pertanda Kimi tidak bakal balik lagi ke F1 tahun depan? kita lihat saja nanti.
Penulis : Uda
| Editor | : | Editor |
KOMENTAR