Lalu apa sebenarnya mobil nasional itu? Ketua bidang Pemasaran dan Komunikasi Asosiasi Industri Otomotif Nusantara (Asia Nusa) Dewa Yuniardi, coba memberikan defininya.
"Mobil nasional adalah mobil yang rancangan hak kekayaan intelektual dan ownershipnya punya indonesia. Ini sebagai permulaan, diluar itu semua ya hanya rakitan," ujar Dewa.
Kategori mobnas berarti, lanjut Dewa, buatan industri yang prinsipalnya adalah investor dalam negeri. Gambarannya, Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, semua sudah ada beberapa mobdel yang dirakit di Indonesia. Kenapa itu tidak disebut mobil nasional?
"Karena prinsipalnya tetap di Jepang! Karena yang investasinya tetap mereka, bukan kita yang kebetulan punya pabrik Toyota atau pabrik Daihatsu," papar Dewa.
Jadi, nantinya, mau dibuat oleh siapapun dan dimanapun, selama kita sudah menjadi prinsipal dan pemegang merek, maka itu mobil nasional kita dan tidak akan bisa diakui oleh siapapun yang bukan pemegang mereknya.
Nah, seharusnya kita juga bergerak ke arah yang seperti itu. Menjadi prinsipal dan pemegang merek dari mobil-mobil nasional kita. Syarat pertamanya, tentu harus ada hak paten ataupun hak kekayaan intelektual atas produk tersebut.
"Jadi nantinya setelah dipasarkan tidak akan ada yang menggugat atau menuntut, karena misalnya lampu yang digunakan punya merek ini, atau handle pintunya dari merek itu, dan lain sebagainya. Dengan menjadi prinsipal, kita akan aman ketika bermain di pasar global nantinya," ujar Dewa.
Dan sekarang, kenapa mobil nasional tidak pernah bisa menjadi prinsipal? Karena industri mobil nasional (mobnas) terganjal oleh kebijakan dan masih menjadi anak tiri dalam struktur industri di Indonesia.
Kebijakan sektor otomotif di Indonesia masih mengacu pada agen tunggal pemegang merek (ATPM). Akibatnya, sektor otomotif nasional masih terbatas pada perakitan, belum mencapai tahap industri.
"Jadi sebenarnya, kebijakan yang berpihak kepada industri otomotif nasional yang diharapkan sebagai bentuk bantuan dari pemerintah. Bukan hanya melulu pembebasan pajak dan subsidi yang sifatnya meringankan, tapi malah membuat kita terlena dan manja!, atau malah di tegur sama WHO seperti kasus Timor," tegas Dewa. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR