"Paling gampang pakai dynamometer. Di dyno kan sudah ada AFR meter-nya," ungkap Freddy Gautama dari Ultraspeed Racing yang menggunakan perangkat dynamometer berlabel Dyno Dynamite.
Menurut mekanik muda ini, campuran bahan bakarnya langsung terlihat jelas sesuai dengan putaran mesin dan bukaan gas. "Di rpm berapa terlalu basah atau terlalu kering langsung terlihat," jelasnya.
Sehingga ketika melakukan remapping, mengisi kolom-kolom kompensasi jumlah bahan bakar yang disemprotkan dalam software piggyback, sang tuner sudah memiliki patokan.
Jika terbaca kering, maka tinggal naikkan angka persentase semprotan bensin sedikit demi sedikit. Begitu juga jika terbaca terlalu basah, tinggal kurangi.
Tapi tidak semua mekanik setuju, salah satunya Budiman Terianto, dari Spinx Motorsport. Menurutnya, kondisi di atas dynamometer tidak sesuai dengan kondisi nyata di jalanan.
"Kondisi lingkungannya tidak sama antara di atas dynamometer dengan langsung di jalanan," ungkapnya. Makanya Budiman lebih percaya pada feeling. Sebagai alat bantu, Ia menggunakan AFR portable.
Tapi konsekuensinya jadi sedikit lebih ribet dan lama. Karena umumnya remapping ini diatur tiap 250 sampai 500 rpm dan dalam banyak tahap bukaan gas. Misalnya dari 2%, 5%, 10%, 15%, 20%, 40%, 60%, 80% hingga full throttle atau 100%.
Sebenarnya ada yang lebih praktis lagi, yaitu menggunakan dynamometer yang memiliki fungsi closed-loop control kecepatan atau putaran mesin. Seperti Dynojet yang dimiliki Sportisi Motorsport.
Selain untuk memberikan simulasi beban saat berjalan juga bisa digunakan untuk menahan kecepatan roda atau putaran mesin pada titik tertentu.
Putaran mesin perlu ditahan untuk memudahkan melakukan pengisian kolom-kolom mapping sesuai AFR. "Sehingga lebih presisi dan lebih cepat," promo Brahmantio, manager Sportisi Motorsport (SM) yang menjadi distibutor Power Commander, Piggyback keluaran Dynojet.
Silahkan pilih.. Apapun caranya yang penting performa mesin jadi lebih optimal dengan piggyback. (motorplus-online.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR