|
OTOMOTIFNET - Kalau mobil di depan Anda lampu remnya nyala terus, pasti kesal kan? Apalagi silaunya lampu bisa bikin celaka. Ini yang pernah dialami Bagus Pujiadi pada Honda City. “Lagi konvoi, teman di belakang menyusul dan teriak: “Jangan ngerem terus!”.
“Tapi perasaan saya enggak injak rem. Setelah berhenti dan cek, ternyata memang lampu rem nyala terus, bingung kan?” jawabnya terheran-heran.
Setelah diselidiki ke bengkel resmi Honda, ternyata switch rem rusak. “Per di dalam switch sudah lemah karena faktor usia kendaraan,” bilang Iswandi, mekanik Honda Permata Hijau, Jaksel. Nah artinya switch rem ada umurnya! Bisa setahun atau lebih, bergantung interval pengereman.
Fungsi switch sendiri untuk menyambung dan memutuskan listrik dari aki ke lampu rem. saat pedal rem diinjak, tangkai switch akan terdorong keluar oleh per dan memerintahkan arus listrik untuk menyalakan lampu rem. Jika pedal rem dilepas, maka aliran listrik kembali putus dan lampu akan mati.
Gbr 1 | Gbr 2 |
Jika kinerja per tersebut lemah untuk menekan tangkai switch, efeknya lampu rem akan menyala terus. Solusinya mengganti switch baru seharga Rp 164 ribu.
Gbr 3 |
Nah, untuk memperbaikinya diperlukan obeng kembang saja. Bisa diaplikasikan buat mobil apa saja. Awal kerja, membuka dulu cover di bawah dasbor, di situ ada penguncinya dan putar dengan tangan (Gbr 1).
Setelah itu, lepas dua baut cover sekring dengan obeng kembang (Gbr 2) dan simpan semua cover di kolong mobil agar tidak terinjak. Posisi switch berada tepat di atas pedal rem (Gbr 3).
Cukup pakai tangan lepas dulu soket yang menyambung ke peranti tersebut lewat sela-sela rumah sekring. Lalu perangkat yang tersisa dan masih menempel di pedal rem harus dilepas, tinggal tekan ke depan sambil diputar ke arah kiri.
“Sebaiknya, switch diganti dengan yang baru. Bisa saja diakalin tapi enggak lama umurnya,” pesan Iswandi sembari menunjukkan per yang bermasalah (Gbr 4). Kalau sudah menebus perangkat yang baru, kita pasangkan kembali seperti sedia kala
Penulis/Foto: Pidav / Pidav
Editor | : | Editor |
KOMENTAR