Jakarta - Kampanye soal konversi BBM ke BBG sudah terlalu sering digaungkan oleh pemerintah. Namun intensitasnya naik turun, kadang berapi-api tetapi lebih sering kemudian tidak ada bukti nyata di lapangan. Padahal kalau mau dirunut, penggunaan BBG ini memiliki unsur yang menguntungkan dibanding penggunaan bahan bakar minyak fosil.
Suatu saat, pasti habis dan selain itu BBM semakin lama harganya juga tidak murah. O iya, saat ini BBG terbagi dalam 2 kategori besar. Pertama CNG (Compressed Natural Gas) dan lainnya LGV (Liquified Gas for Vehicle). Sampai saat ini masih banyak yang belum paham antar keduanya. Sedikit perbedaan antar keduanya.
SPBG masih jauh dari kata mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengisian ulang. Jatuhnya masih dianggap akan menyulitkan konsumen
CNG memiliki bentuk gas, sementara LGV cair. Sehingga dalam hitungan harga yang dikeluarkan juga berbeda. Kalau CNG pakai sebutan LSP (liter setara Premium), sementara LGV tetap pakai liter. Berdasar tekanan bahan bakar juga berbeda. CNG bertekanan tinggi, mencapai 200 bar, sedangkan LGV tekanan rendah sekitar 8-12 bar.
Soal ini juga masih banyak yang belum dipahami oleh calon konsumen. Padahal komparasi nilai oktannya dibandingkan BBM akan lebih tinggi dari RON 98 sekalipun. Apalagi untuk memakai BBG di kendaraan harus beli diawali pemasangan converter kit yang harganya berkisar Rp 12-22 juta.
Nah, untuk mengetahui minat terhadap BBG ini, OTOMOTIF coba mengumpulkan suara dari komunitas otomotif soal perspektif mereka akan BBG. • (otomotifnet.com)
Irvan Riesta
Ertiga Club Indonesia, ERCI
“Saya tertarik untuk pasang BBG, tapi untuk saat ini masih memperhitungkan beberapa hal. Salah satunya tentang penempatan tabung dan instalasi lainnya. Untuk Ertiga, tabung enggak bisa disembunyikan di kolong, karena ada ban serep. Kalau pakai lokasi ban serep, agak riskan walau tidak berharap juga ban serep terpakai saat di jalan.
Kecuali tabung bisa dibuat sedemikian rupa sehingga bisa masuk di celah yang ada di Ertiga tapi tetap mengedepankan unsur safety,” urai Irvan. Sejurus kemudian dijelaskan alternatifnya simpan di bagasi. “Tapi untuk saya, terlalu berisiko menyimpan tabung gas di kabin,” wantinya.
Selain itu harga dan mekanisme pembelian converter kit dianggapnya belum matang. Ditambahkannya bahwa tempat pengisian BBG harus secepatnya diperbanyak. “Soalnya saya sering lihat kendaraan-kendaraan antre ngisi BBG dari malam sampai pagi. Kalau diperbanyak, maka akan memudahkan.”
Altis Indonesia Community, Altic
“Tentang BBG sebenarnya saya tertarik karena banyak keunggulan dibanding BBM. Tapi image saya ke BBG sudah terlanjur kurang aman, karena pernah melihat ada Toyota Kijang meledak di Depok beberapa waktu silam,” ungkapnya.
Namun disebutkannya bahwa image itu karena kurang informasi, belum dapat penjelasan tentang keunggulan, instalasi, keamanan, dan lainnya tentang BBG. “Saya sendiri lebih tertarik untuk pasang yang LGV atau bertekanan rendah. Sebab dengan suhu yang panas, takut terjadi apa-apa kalau dengan tekanan tinggi.
Sama seperti larangan menyimpan produk kebersihan mobil yang aerosol di bagasi mobil. Akan sangat panas,” analisa Chairul.
Ayu Larasati
CR-V Club Indonesia, CCI
“Kalau untuk mengurangi polusi udara yang sudah tinggi saat ini, tertarik untuk pasang BBG. Dengan kualifikasi yang ada, lebih memilih pakai Vi-Gas (LGV-red),” bukanya. Itu karena tekanannya rendah. Kalau yang tekanan tinggi, takut meledak seperti yang pernah terjadi di angkutan umum.
Untuk tempat pengisian, memang harus diperbanyak lagi. Kalau setiap stasiun pengisian ada untuk BBG, rasanya akan berjalan. Pertamina harus kerjasama dengan pihak dealer. “Tapi kok harga converter kit mahal ya,” herannya lagi. Ia berasumsi bahwa konsumen pasti akan berpikir untuk kepentingan lain terlebih dahulu dibanding beli converter kit.
Kecuali kalau ada mekanisme lain untuk kepemilikannya.
Ronggo
GranMax Luxio Club Indonesia, Maxxio
“Belum berani pakai BBG. Karena selama ini rasanya belum ada review yang bagus tentang BBG. Memang sih kebanyakan kejadian dari angkutan umum pengguna BBG, tapi itu jadi terpikir kita resiko pakai BBG. Harusnya untuk BBG pemerintah kasih review yang bagus,” ungkapnya lugas.
Satu lagi, soal klasik, harga converter kit yang mahal juga bikin tidak tertarik pakai BBG. “Untuk saat ini pakai yang ada dulu (BBM-red). Untuk dapatinnya juga lebih mudah,” tutupnya.
Riva Usmany
Veloz Community, Velozity
“Sampai saat ini sih belum tertarik untuk pakai BBG. Ada beberapa hal yang bikin saya belum tertarik. Pertama karena adanya biaya yang cukup mahal untuk converter kit. Kemudian tempat pengisian yang tidak banyak. Jelas ini akan menyusahkan konsumen kalau mau mengisi BBG,” tegas Riva.
Editor | : | Otomotifnet |
KOMENTAR