Jakarta - Tahun 2016 ini memang benar-benar tahunnya 'Monyet Api'. Harus lincah-lincah bergerak dan atur strategi. Bermula dari serangkaian yang dianggap 'mimpi buruk' akibat pemburukan situasi ekonomi yang pada akhirnya membuat banyak pihak menyerah. PHK massal pun jadi isu paling hot diawal tahun.
Tak usah disebutkan diberbagai sektor selain otomotif. Ford, Harley-davidson, dan sejumlah merek Jepang seperti Toyota, Honda, Suzuki, bahkan pabrikan Korea seperti KIA tak luput dari isu kemungkinan menyerah.
Siapa yang salah? Tidak ada yang salah. Secara umum dan kasar, sebenarnya ini hanya merupakan 'seleksi ekonomi' yang semakin terbuka. Siapa saja yang tidak berkarya, tidak mau berinovasi, dan tidak kompetitif, silakan menyingkir atau disingkirkan.
Kondisi ini juga tak lepas dari pergerakan pemerintah yang mencoba lincah ditengah perburukan kondisi ekonomi global. Sedikit banyak, skema perdagangan global pada akhirnya akan turut mempengaruhi industri otomotif nasional.
Skema perdagangan global yang dimaksud sebenarnya hanya dua yang punya potensi mempengaruhi industri otomotif di Tanah Air. Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Lagi-lagi, secara umum dan kasar, skema perdagangan ini mempersilakan semua anggotanya untuk saling bertukar produk, termasuk produk otomotif.
Dimana peran Indonesia? Sedang dicari sampai saat ini. Dimulai dari TPP, dimana Amerika sang penggagas berulang kali merayu Indonesia untuk bergabung. Sebagai negara yang punya modal pasar terbesar di Asia Tenggara, maka hampir semua negara di dunia melirik ke Indonesia untuk membuang produknya, termasuk selusin negara anggota TPP.
Dalam cakupan yang lebih kecil, ada pula MEA. Kurang lebih mirip-mirip, setiap anggotanya dipersilakan untuk saling bertukar produk. Lagi-lagi, pasar terbesar komunitas MEA ada di Indonesia.
Apa yang bisa didapatkan Indonesia dengan bergabung bersama TPP? Regulasi dan negosiasi antara anggotanya saja sudah selesai 5 OKtober 2015 lalu, sehingga kalau bergabung sekarang, Indonesia tidak akan punya peran banyak yang menguntungkan, hanya akan mengikuti kebijakan yang sudah ada.
Kalaupun mau murni bersaing secara produk pun, Indonesia cukup tau diri--tidak akan bisa bersaing dengan produk-produk negara maju. Karenanya coba merangkul China sebagai pesan untuk Amerika;
Kalau Amerika mau mengajak Indonesia bergabung, harus ada keistimewaan yang juga tak beda dengan negara maju lainnya di TPP. China dijadikan senjata tawar Indonesia karena tau negara adidaya Ekonomi ini jadi musuh yang hendak dilawan Amerika melalui skema TPP.
Pesannya jelas, kalau Indonesia hanya dijadikan pasar saja oleh TPP, lebih baik bergabung saja bersama China.
Editor | : | Bagja |
KOMENTAR