Suatu kejutan ketika akhirnya Grand Sedona masuk dengan harga terjangkau, mengingat dimensi dan segala fitur yang diberikan
Jakarta - Namun yang paling unik di kelasnya, justru terletak di mesin yang digunakan. Berkapasitas besar dan 6-silinder, apakah benar-benar membuatnya jadi The Budget Luxury? Pertama, ini bukan mesin baru. Teknologi MPi dari mesin Lambda II keluarga Hyundai ini sudah ada dari tahun 2009. Selain dilengkapi Dual CVVT, tenaga yang dihasilkannya tergolong masif, 266 dk dengan torsi 318 Nm.
Mengingat banyaknya silinder dan kapasitas 3.342 cc. Akan seberapa boros bila dipakai di kemacetan Jakarta? Sebelum itu, OTOMOTIF mencoba mengemudikan MPV raksasa ini untuk waktu yang singkat. Menggunakan tombol start/stop engine, raungan ‘gurih’ khas menandakan karakter V6, sekaligus suara idle yang sangat halus dan tidak ada getaran yang terasa sama sekali dari kabin.
Indikator hijau menyala di sebelah kiri spidometer, menunjukkan mode Active Eco yang sedang aktif. Masukkan tuas transmisi ke D dan lepaskan rem parkir di kakinya, respon awal terasa sangat smooth. Mulanya kami berpikir, apakah mesin sebesar ini juga bermasalah untuk mengangkat bodi super-gambotnya? Injak pedal lebih dalam sedikit lagi, langsung membuktikan hal ini salah.
Bahkan dalam mode Eco, mesin dengan karakter bore lebih besar itu melesatkan penerus Carnival-Sedona ini tanpa rasa keberatan sama sekali. Saking penasarannya, mode Active Eco coba dimatikan. Langsung terasa respon galaknya dari injakan pertama, menunjukkan mesin ini akan memiliki karakter menyenangkan untuk dalam kota dan kondisi stop and go.
Putaran setir memang tidak seringan standar Kia karena masih mengandalkan power steering hidrolis, namun masih normal mengingat besarnya dimensi bodi sepanjang 5,115 m. Apalagi, radius putar 5,6 m yang sama dengan Hyundai H-1 termasuk kecil di kelasnya. Bagaimana dengan bantingan, tenaganya bila diisi muatan penuh dan konsumsinya? Tunggu sesi test drive nanti yaa.
Editor | : | Parwata |
KOMENTAR