Otomotifnet.com - Setelah pemakaian sekian puluh ribu kilometer, apakah Anda merasakan tarikan mobil kesayangan mulai berat, atau konsumsi bensinnya makin boros?
Itu bisa jadi karena busi mobil Anda sudah lama tidak diganti.
Nah, ingat-ingat deh kapan terakhir Anda ganti busi.
Pasalnya, masih banyak pemilik mobil yang kurang memperhatikan komponen ujung tombak sistem pengapian ini.
Karena umumnya banyak yang beranggapan, selama mesin masih bisa hidup, ya selama itu businya bisa terus dipakai.
Baca Juga : Kocak, Sekeluarga Mual Dan Keluar Dari Wuling, Ternyata Ini Toh Maksudnya
“Padahal, busi punya masa pakai optimal,” bilang Diko Oktaviano, technical support PT NGK Busi Indonesia.
Nah yang sering jadi pertanyaan, berapa lama atau berapa kilometer umur pemakaian busi?
Apa efeknya bila sudah lewat jarak tempuh segitu busi tidak diganti?
Lalu seperti apa ciri atau tanda keausan busi?
Serta masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Untuk lebih jelasnya, simak deh ulasan lengkap soal busi berikut ini, termasuk jenis-jenisnya.
JENIS BUSI
Sebelum kita membahas soal pemakaian busi yang ideal, yuk kita kenali dulu ragam atau jenis busi yang ada saat ini.
Dari segi material, jenis busi secara umum ada 4 macam.
"Pertama adalah busi standar, kedua platinum, ketiga iridium dan keempat adalah logam mulia ganda,” jelas Diko.
Yang dimaksud busi standar, lanjut Diko, yaitu tidak menggunakan logam mulia, alias masih pakai bahan nikel.
Sementara kelompok material logam mulia itu mulai dari platinum, iridium, bahkan ada pula yang menggunakan perak dan emas.
Baca Juga : Sambungan Pintu Honda Brio Renggang Ditabrak Xpander, Artis Dea Imut Nangis
Nah, material-material ini (non logam mulia dan logam mulia), terletak pada elektrodanya (center electrode dan ground electrode).
Untuk yang berbahan logam mulia, terbagi lagi jadi dua macam, yaitu logam mulia tunggal atau single, dan logam mulia ganda atau double.
“Maksudnya yang logam mulai tunggal, material logam mulianya hanya ada di satu sisi elektroda, yaitu umumnya pada center electrode"
"Sedangkan yang logam mulia ganda, ada di kedua elektrodanya, center electrode maupun ground electrode,” ujar Diko.
Jadi, kalau Anda pernah mendengar soal busi double iridium, nah itu dia maksudnya busi logam mulia ganda.
BUSI U-GROOVE & V-GROVE
Mungkin busi dengan istilah seperti ini juga pernah Anda dengar bukan?
Nah, pengertian dari U-groove atau V-groove adalah bentukan pada salah satu sisi elektrodanya, yaitu seperti huruf U atau V.
Lazimnya spark plug model ini terdapat pada busi bermaterial logam mulia macam iridium.
Di pasaran, busi yang menganut U-groove atau memiliki alur U pada elektrodanya seperti produk Denso.
Baca Juga : Kijang Innova 2012 Sepintas Biasa Saja, Ternyata Kantor Berjalan
Alur U tersebut terdapat pada elektroda netralnya atau ground electrode. Sementara model V-groove seperti yang diadopsi oleh NGK. Namun Bentuk V tersebut terdapat pada center electrode-nya.
Lantas apakah perbedaan dari busi yang memiliki alur U atau V tadi dan busi yang tidak memiliki alur tersebut?
Apakah berpengaruh terhadap performa dari pembakaran yang dihasilkan oleh busi?
Soal ini, Joko Pratikno selaku Technical Service PT Denso Sales Indonesia mengatakan.
“Bentuk U pada elektroda, dikembangkan untuk menyempurnakan pembakaran.
Sehingga mengoptimalkan kinerja mesin dan menambah efisiensi pemakaian bahan bakar kendaraan.”
Masih kata Joko, alur U pada elektroda netral akan memperbesar bola api yang dihasilkan tanpa harus memperbesar jarak inti elektroda dengan elektroda netral.
“Hal ini mempermudah penyebaran inti bola api, yang selanjutnya akan menambah energi pembakaran,” jelasnya.
Dengan kata lain, bola api jadi lebih besar tanpa perlu memperbesar jarak elektroda netral terhadap elektroda positif, seperti yang sering dilakukan mekanik pada busi biasa.
Baca Juga : Mitsubishi Temukan Penyebab Pajero Sport Terbakar, Beber Fakta Penting
Menurut Joko, langkah memperbesar jarak elektroda atau celah busi justru memberikan efek yang kurang baik pada loncatan bola api.
Sementara pada busi NGK yang menganut alur V 90º pada elektroda pusatnya, fungsi alur V tersebut untuk mengarahkan percikan listrik ke pinggir aleketroda.
Percikan api ini kemudian menjalar dan merambat jauh dari busi, sehingga makin meningkatkan penyebaran nyala api saat proses pembakaran.
Sasaran yang dituju keduanya sama, yaitu sama-sama bertujuan menyempurnakan pembakaran, sehingga performa mesin lebih optimal dan efisien.
MASA PENGGANTIAN BUSI
Perlu diketahui terlebih dulu, tugas busi adalah menghasilkan percikan listrik di ruang bakar.
“Bukan api loh, tapi percikan listrik,” jelas Diko.
Masih kata Diko, kerja busi ini akan terjaga kemampuannya, bila 3 elemen terpenuhi.
Tiga elemen yang dimaksud yaitu pencampuran bahan bakar dengan udara terjadi secara ideal (good air fuel mixture), timing kerja busi dalam menghasilkan kualitas percikan listrik berlangsung tepat (good spark), serta ruang bakar dalam kondisi sehat (kompresi baik).
Dengan kata lain, bila 3 elemen tadi terpenuhi, akan menghasilkan pembakaran yang optimal (good combusition).
Sehingga performa mesin bakal berada dalam kondisi puncaknya.
Sebaliknya, bila ada salah satu saja elemen yang tidak terpenuhi, bisa dipastikan performa mesin akan drop.
Baca Juga : Ini Dia Perubahan Yang Dilakukan Pada Suspensi New Avanza dan Veloz
Nah, dalam kondisi semua elemen tadi normal, pemakaian busi itu ada umur pakai efektifnya.
Kalau Anda masih menyimpan buku service manual mobil Anda, di sana sangat jelas tertera kapan kita dianjurkan untuk ganti busi.
Contohnya pada kebanyakan low MPV kayak Suzuki Ertiga, Toyota Avanza – Daihatsu Xenia, Honda Mobilio dan sebagainya, rata-rata dianjurkan mengganti busi setiap 20.000 km, atau setiap dua kali servis rutin (ganti oli dan sebagainya).
“Masa penggantian tersebut untuk busi berbahan nickel atau yang tanpa menggunakan logam mulia"
"Tentunya itu berdasarkan riset APM yang bersangkutan, bahwa jarak pemakaian kendaraan segitu lah kinerja mesin masih berada dalam kondisi optimal"
"Lebih dari itu, akan terjadi penurunan performa,” terang Diko pada OTOMOTIF saat bertandang di kantornya di kawasan Ciracas, Jakarta Timur.
Baca Juga : Avanza Dan Kawan-Kawan Bermasalah Di Kaki-Kaki, Ini Solusi Murahnya
Hal tersebut juga diamini oleh produsen busi merek Denso.
“Selain riset dari APM, waktu tempuh tersebut juga berdasarkan riset dari produsen busi, sama-sama saling kasih masukan,” bilang Tommy Rizky Nugroho, Marketing Communications PT Denso Sales Indonesia.
Tapi, bila sebelum jarak tempuh tersebut didapati elektroda busi mengalami korosi atau ‘termakan’, sangat dianjurkan segera diganti.
“Parameter penggantian kalau dari NGK ada dua. Yaitu pertama jarak pemakaian, kedua tingkat kerusakan elektroda. Tinggal dilihat mana yang tercapai duluan,” wanti Diko.
Baca Juga : Namanya Mobil Berkelas, Ini Seabrek Fitur Canggih MID New Toyota Camry
Berbeda bila Anda menggunakan busi dengan material logam mulia seperti platinum atau iridium. Bahkan pada beberapa merek, ada pula yang menggunakan material perak dan emas.
“Umumnya masa pakai busi bermaterial logam mulia, lebih lama dari yang non logam mulia"
"Untuk produk NGK yang logam mulia tunggal, sengaja kami tidak cantumkan masa pakainya, karena hasilnya bervariasi"
"Sebab tingkat kerusakan elektrodanya bisa saja sama dengan busi biasa, atau lebih lama. Sedangkan yang logam mulia ganda, bisa sampai 100.000 kilometer,” imbuhnya lagi.
EFEK BILA BUSI TIDAK DIGANTI
Mungkin banyak yang bertanya, apa efeknya bila busi tidak diganti sesuai anjuran pabrik?
“Kalau ada yang mengatakan mobilnya 5 tahun gak ganti busi, tapi mesinnya bisa tetap hidup, memang betul bisa tetap hidup"
"Karena selama busi masih ada elektrodanya dan memercik listrik, mesin bisa tetap hidup.
Namun bisa saya pastikan performanya sudah enggak sehat lagi,” yakin Diko.
Kenapa bisa begitu?
“Karena kemampuan busi dalam memercikkan listrik sudah tidak maksimal lagi. Sehingga berdampak pembakaran dalam ruang bakar jadi tidak sempurna"
"Efeknya, bisa menyebabkan idle mesin gak stabil, kemampuan akselerasi menurun, boros bahan bakar, bahkan kadang mesin jadi susah distart,” tukas Diko.
Selain itu, seiring pemakaian, material elektroda lama-lama kelamaan akan tergerus oleh suhu tinggi dalam ruang bakar.
Sehingga menciptakan gap atau celah busi berlebih.
Kondisi ini bisa membuat pembakaran di ruang bakar jadi kurang sempurna.
NODA KORONA
Saat pemeriksaan busi, sering didapati ada noda coklat melingkar pada keramik atau insulator busi di bagian caulked dekat metal shell-nya.
Nah, acap kali oleh mekanik hal itu diklaim sebagai kebocoran kompresi.
“Bukan, itu adalah noda korona. Noda ini hasil dari partikel-partikel oli yang tersuspensi di udara yang melekat di bagian insulator tersebut, disebabkan tegangan tinggi"
"Itu tidak mempengaruhi kinerja busi kok, selama busi masih dalam masa pakai ideal dan tidak ada kerusakan pada elektrodanya,” tukas Diko.
TORSI PENGENCANGAN BUSI
Saat mengecangkan busi, tidak boleh sembarangan.
Sebab bila terlalu kencang, bisa merusak drat busi, bahkan drat dudukannya di kepala silinder.
Sebaliknya bila terlalu kendur, dapat menyebabkan kompresi mesin bocor.
Nah, sama hal dengan pengencangan baut atau mur, busi juga punya torsi pengencangan tertentu loh.
“Beda diameter ulir busi, beda pula torsi pengencangannya,” terang Diko.
Misalnya busi dengan diameter ulir 18 mm, torsi pengencangannya sekitar 35 – 40 Nm.
Sedangkan busi dengan diameter ulir 14 mm, torsinya sekitar 25 – 30 Nm, begitu seterusnya.
Lantas bagaimana bila kita tidak punya kunci torsi buat mengencangkan busi?
“Gampang, ada tekniknya. Untuk busi baru dengan diameter ulir 14 – 18 mm, setelah busi mentok diputar pakai tangan, gunakan kunci busi, lalu putar hingga 1/2 – 2/3 putaran (180º-240º)"
"Sementara busi yang telah dipakai dan akan dipasang lagi, cukup diputar 1/12 putaran (30º) saja,” cuap Diko.
Masih kata Diko, teknik ini sudah dibuktikannya sama hasilnya ketika diukur pakai kunci torsi.
Dic/OTOMOTIF
Editor | : | Iday |
Sumber | : | Tabloid OTOMOTIF |
KOMENTAR