Otomotifnet.com - BBM jenis Pertalite belakangan jadi perbincangan hangat.
Mulai soal pembatasan pembelainnya sampai stoknya menipis.
Berikut 5 fakta menarik Pertalite versi Otomotifnet.com yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Harganya Murah Banget
Tak dipungkiri, harga Pertalite kini masih murah karena di angka Rp 7.650 per liter.
Sebab Pertalite kini menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).
Harganya ditahan segitu murahnya juga karena masih mendapat subsidi dari pemerintah.
Presiden Joko Widodo pun menyebut susbidi BBM di Indonesia mencapai Rp 502 triliun.
Besarnya subsidi BBM tersebut karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.
Ketika harga BBM di negara lain mencapai Rp 32 ribu per liter, harga BBM di Indonesia tetap di Rp 7.650 per liter.
2. Kualitas Pertalite Kompromi antara Premium dan Pertamax
Diketahui Pertalite menjadi BBM dengan RON 90.
Kehadirannya sebagai solusi perantara yang kala itu masih menggunakan Premium RON 88.
Juga sebagai kompromi jika menganggap memakai Pertamax RON 92 terlalu mahal.
Pertalite memiliki warna hijau terang dan jernih dan berharga murah.
Disebutkan oleh Pertamina, Pertalite membuat ruang bakar lebih baik dibanding Premium.
Juga Pertalite RON 90 cocok untuk kendaraan dengan kompresi mesin 9:1 sampai 10:1.
3. Pertalite Tidak Direkomendasi Untuk LCGC
Imbauan ini disampaikan oleh Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIgas), Saleh Abdurrahman.
Menurutnya, LCGC merupakan kendaraan ramah lingkungan sehingga harus menyesuaikan dengan BBM-nya.
Hal ini untuk menjaga agar mesin lebih awet dan irit.
"Kita imbau agar konsumen yang punya mobil (LCGC) please, pakai yang non subsidi. Mestinya mobil-mobil baru, sesuai spek mesinnya mereka pakai yang RON lebih tinggi agar awet dan irit," ungkapnya (4/8/2022).
Didi Ahadi, Dealer Technical Support Dept. Head PT Toyota Astra Motor (TAM) juga menyampaikan alasan teknisnya.
Menurut Didi, LCGC minimal dianjurkan isi BBM RON 92 macam Pertamax.
Menurutnya, penggunaan BBM RON 92 pada LCGC untuk mengejar emisi gas buang rendah.
Serta bertujuan agar efisiensi konsumsi BBM-nya.
"Itu juga sebagai syarat atau regulasi pemerintah, untuk meregistrasi mobil tersebut sebagai LCGC," ucap Didi saat dihubungi, (14/7/22).
Sesuai dengan penjelasan Didi, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memang mengeluarkan regulasi khusus bagi LCGC.
Aturan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013.
Isinya tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Dijelaskan LCGC harus memenuhi berbagai ketentuan, diantaranya konsumsi BBM minimal 20 km/liter.
Kubikasi mesin maksimal 1.500 cc, serta pakai jenis BBM RON 92 (bensin) atau CN 51 (diesel).
4. Efek Turun BBM dari Pertamax ke Pertalite.
Banyak pengguna Pertamax (RON 92) beralih ke Pertalite (RON 90).
Beralihnya para pengguna ke Pertalite dikarenakan harganya yang murah.
Padahal oleh pabrikan pembuatnya, mobil yang sudah ditentukan bahan bakarnya biasanya tak boleh pakai oktan 90.
Kalau nekat pakai BBM yang oktannya lebih rendah dari rekomendasi pabrikan mobil itu ada konsekuensinya.
Hal ini diungkapkan Dr. Ing. Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ahli Motor Bakar Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Umumnya tenaga mesin bisa drop saat kita memutuskan pakai bensin yang oktannya lebih rendah dari spesifikasi mesin," buka Tri.
"Hal ini dipicu karena bahan bakar oktan rendah sangat mudah sekali terbakar," tambahnya.
Mudahnya terbakar membuat mesin mengalami pre-ignition pembakaran yang mengakibatkan detonasi.
Bahan bakar akan terbakar terlebih dahulu sebelum mencapai kompresi maksimal dan busi mengeluarkan percikan api.
Karena sudah terbakar lebih dahulu, maka daya ledak di ruang bakar juga akan lemah.
"Daya dorong piston saat menghasilkan tenaga mesin akan berkurang sifnifikan," jelasnya.
Hasilnya tenaga mesin akan terkoreksi karena penggunaan bbm oktan yang lebih rendah dari rekomendasi pabrikan mobil.
Catatan ini disampaikan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero).
Sebab dinilai ada kenaikan konsumsi BBM subsidi yakni Solar dan Pertalite pada semester I/2022.
Realisasi konsumsi Pertalite hingga Juni 2022 mencapai 14,2 juta KL.
Sedangkan kuota Pertalite di tahun 2022 hanya sebanyak 23 juta KL.
Diproyeksikan realisasi 2022 untuk pertalite bisa mencapai 28 juta KL, padahal kuota Pertalite di sepanjang tahun ini sebanyak 23,05 juta KL.
Begitu pula disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade.
Ia mengatakan kuota Pertalite yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini yakni sebesar 23,05 juta KL hanya bertahan sampai September 2022.
Dampak dari menipisnya kuota BBM jenis Pertalite ini sudah mulai terasa. Masyarakat di berbagai daerah mengeluh kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertalite di SPBU.
Kondisi itu seperti terpantau di Sumatera Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Kota Banda Aceh, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, hingga Cianjur, Jawa Barat.
"Jika kuota tidak ditambah pada tahun ini, kuota Pertalite hanya cukup hingga September. Pemerintah harus bergerak cepat. Semua pihak terkait harus duduk bersama mencari solusi permasalahan ini. Jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan BBM subsidi," tukasnya.
Baca Juga: Sedot Pertalite Dari Tangki ke Jeriken, Toyota Calya Meleleh, Kulit Pemilik Melepuh
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR