Otomotifnet.com - Sopir truk dan bus di Indonesia disebut belum sejahtera.
Hal ini dinilai karena belum adanya standar upah yang pasti.
Sopir truk biasanya mendapatkan upah berdasarkan kesepakatan dari pembagian dengan pemilik truk.
Tetapi, biaya transport yang didapatkan dari pemilik barang ke pemilik truk sebenarnya belum ada standar.
Oleh karena itu, upah yang didapatkan sopir truk kerap tidak menentu, bahkan masih kurang.
Efeknya, sopir truk tidak punya jam kerja yang pasti, bahkan ada yang sampai 24 jam agar bisa mendapatkan pendapatan lebih.
Tentu sopir truk bisa kelelahan jika berawal dari upah yang tidak diatur sampai jam kerja yang melebihi batas.
Dampaknya, kecelakaan yang disebabkan human error sopir truk jadi tinggi.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, tarif angkutan barang di Indonesia belum ada aturannya.
Sehingga berefek pada persaingan yang tidak sehat sehingga sopir angkutan barang bisa tersiksa.
"Harus segera di atur (tarif). Sebagai gambaran, di Belanda tarif pengemudi angkutan sewa lebih tinggi ketimbang tarif sewa mobilnya," sebutnya, (30/10/22).
"Artinya harus ada standar upah pengemudi angkutan umum," ucap Djoko.
Menurut Djoko, standar upah ini agar bisa menyejahterakan dan menjadikan profesi pengemudi jadi salah satu yang dipertimbangkan.
Apalagi saat ini, jumlah sopir truk semakin berkurang jumlahnya.
"Di Indonesia, masih mengecilkan peran pengemudi, terutama angkutan umum barang. Barang yang dibawa nilainya miliaran rupiah, sementara tarif yang membawa tidak lebih dari Rp 5 juta," tandas Djoko.
Baca Juga: Bukan Salah Ketik, Loker Sopir Truk di Singapura Wajib Punya Gelar Sarjana, Gaji Rp 41 Juta
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR