"Sehingga, hanya gubernur yang tidak peduli popularitas saja yang berani melaksanakan (ERP) atau kalau ada undang-undang yang wajibkan gubernur untuk terapkan itu," kata Djoko.
Menurut Djoko, selama ini gagasan kebijakan di Ibu Kota sudah banyak yang bagus.
Namun, pada saat melakukan eksekusi, banyak yang tidak berani karena alasan politis atau berisiko tak dipilih lagi.
"Kebijakan ini memang hanya bisa dilakukan gubernurnya saat ini (Heru Budi Hartono). Mumpung dia (Heru) adalah Penjabat Gubernur," kata Djoko.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan penerapan ERP masih perlu diuji coba dulu secara bertahap.
Uji coba itu bertujuan untuk mengamati efektivitas ERP dalam membatasi kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan lalu lintas secara signifikan sebelum diterapkan secara keseluruhan.
"Sosialisasi yang masif ke masyarakat Jakarta dan luar jakarta sangat diperlukan agar tidak mendapatkan resistensi dari masyarakat luas," ujar Nirwono, (10/1/22).
Dengan demikian, kata Nirwono, warga Jakarta dan sekitarnya didorong beralih naik transportasi publik.
Namun, Nirwono mengingatkan hal penting agar kebijakan itu efektif.
"Pemprov DKI juga harus mempercepat penyediaan transportasi publik yang memadai, terpadu dan terjangkau," ujar Nirwono.
Menurut Nirwono, selama biaya transportasi publik masih lebih mahal dibandingkan pengeluaran kendaraan pribadi, terutama motor, maka akan sulit mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik.
Baca Juga: Tarif Jalan Berbayar Jakarta Mulai Goceng, Hasil Dananya Mengalir ke Sini
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR