Atau mungkin parkir pada jalan lingkungan yang secara kasat mata mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Serta merugikan banyak pihak.
Kemudian jalan musyawarah mengalami kebuntuan, maka diberikan ruang kepada pihak yang dirugikan menuntut secara keperdataan, yakn sesuai pasal 1365 KUHPerdata.
“Bahkan dalam Peraturan Perdata DKI No 5 tahun 2014 tentang transportasi, Pasal 62 ayat (3) memberikan kewenangan kepada Penyidik pegawai Negeri sipil (PPNS/Dishub),”
“(yakni) untuk melakukan tindakan apabila mendapatkan kendaraan parkir tidak pada tempatnya,” imbuh Budiyanto.
Semisal dengan cara menngunci ban, menderek, sampai mencabut pentil ban.
“Semua aturan bermuara pada terciptanya situasi keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas,” tuturnya lagi.
Perlu dipahami dan menjadi kesadaran bersama. Bahwa membatasi setiap warga negara akan hak dan kewajiban, diletakan pada posisi equal (persamaan hak dimuka hukum) tanpa merugikan pihak lain.
Baca Juga: Cekcok Pemilik Mobil Vs Warga Perkara Parkir Liar, Dishub DKI Akhirnya Turun Tangan
Apalagi praktik-praktik parkir liar atau tidak pada tempatnya, sering muncul di ruang-ruang jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas.
Bahkan lebih parah sering menimbulkan percecokan atau pertengkaran antara petugas dengan warga, serta antara pemilik mobil dengan warga yang lain.
Hal ini tentu saja mengarah pada perbuatan melanggar hukum baru di luar hukum lalu lintas.
Sebab tak sedikit terjadi perselihan saling mencaci, bahkan sampai terjadi pemukulan dan tindakan lain, yang masuk dalam ranah hukum pidana (KUHP).
“Letakan sikap dan perilaku kita semua pada aturan yang sudah menjadi kesepakatan baik dalam hukum tertulis, maupun produk hukum yang lain,” terang Budiyanto.
Ia melanjutkan, kesadaran dan tanggung jawab menjadi tolok ukur membangun situasi yang kondusif, termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan.
“Khususnya tata cara berhenti dan parkir,” bilang pria ramah ini.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR