Otomotifnet.com - Pelat nomor dan STNK dituntut gak perlu diperpanjang lagi.
Dengan kata lain, masa berlaku pelat nomor dan STNK kendaraan bisa berlaku seumur hidup.
Harapan itu kini bergantung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ini setelah seorang advokat, Arifin Purwanto melakukan uji materil pasal 70 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Dalam perkara yang teregistrasi dengan Nomor 43/PUU-XXI/2023 ini, Arifin menggugat aturan mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Pendapatnya, pasal 70 ayat 2 tersebut merugikan hak konstitusional pemilik kendaraan.
Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ menyatakan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama 5 (lima) tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Menurutnya aturan tersebut tidak ada dasar hukumnya.
Ia pun menuturkan keluhan yang dialaminya, yakni apabila STNK dan TNKB diganti baru, maka kendaraan harus dihadirkan di kantor SAMSAT.
Hal ini berakibat motor yang dimiliki Pemohon berada di Surabaya, maka harus dibawa ke Madiun.
"Di mana hal tersebut tidak jelas dasar hukumnya yang berarti hal tersebut bertentangan dengan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945," ucap Arifin sebagaimana dikutip laman MKRI, (12/5/23).
"Seandainya STNKB dan TNKB tersebut berlaku selamanya seperti sebelum Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1984 maka tidak perlu repot-repot membawa sepeda motor tersebut dari Madiun ke Surabaya," lanjut dia.
Arifin pun mengusulkan agar STNKB dan TNKB berlaku selamanya seperti sebelum Indonesia merdeka hingga tahun 1984.
Hal ini, kata dia, untuk mencegah pemalsuan dan pemborosan terhadap STNKB dan TNKB.
Karena itu, Pemohon dalam petitumnya, meminta MK untuk menyatakan frasa 'berlaku selama 5 tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun' dalam Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945.
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan agar pemohon memperbaiki sistematika permohonan.
Ia menilai permohonan harus disesuaikan dengan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor 2 Tahun 2021 (PMK 2/2021).
"Jadi, kalau mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri tentang perbuatan melawan hukum, gugatan cerai di Pengadilan Agama itu semua yang diperiksa oleh hakim adalah pijakannya gugatan atau permohonan di MK," kata Suhartoyo.
Ia pun meminta pemohon memperbaiki format permohonan sehingga gugatan ini dapat dipertimbangkan dalam majelis untuk mengabulkan atau menolak perkara tersebut.
"Syarat formil itu ya bapak sudah terangkan di sini kewenangan MK. Nah itu bisa memenuhi syarat formil itu. Bapak menjelaskan Pasal 24 kemudian Pasal 24C, Pasal 10 UUD MK. Sebaiknya nanti format permohonan diperbaiki, estetika permohonan juga perlu diperhatikan," ujar Suhartoyo.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta Pemohon untuk memperjelas argumentasi permohonan terkait pengujian Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ.
Kemudian, ia juga meminta Pemohon untuk melihat kembali putusan-putusan MK terkait pengujian pasal serupa yang telah diputus MK sebelumnya.
"Kasih sedikit uraian alasan mengajukan permohonan dan ada atau tidak hubungan sebab akibatnya," terang Enny.
Ketua Panel Hakim Wahiduddin Adams mengatakan Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.
Adapun perbaikan permohonan itu harus diserahkan ke panitera MK selambatnya 23 Mei 2023 pukul 13.30 WIB.
Baca Juga: Masa Berlaku SIM Seumur Hidup Diuji, Advokat Ini Berjuang Mati-matian di MK
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR