Otomotifnet.com – Untuk menekan emisi gas buang kendaraan dengan cukup signifikan, sejak 2007 silam pabrikan mobil di Indonesia mulai memasang catalytic converter di dalam saluran gas buangnya.
Pasalnya saat itu diberlakukan peraturan emisi Euro 2, dimana beberapa gas polutan dari hasil pebakaran yang keluar dari knalpot, nilainya makin diperketat.
Mulai dari gas hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (Nox) dan sebagainya.
Oiya, catalytic converter ini bentuknya mirip sarang tawon, dan terbuat dari material platinum atau platina serta palladium.
Baca Juga: Waduh! Gara Gara Catalytic Converter Mobil Ini Rontok, Emisi Gas Buangnya Bisa Ditebak
Kedua material ini harganya lumayan mahal loh di pasaran. Makanya belakangan banyak yang suka ngumpulin knalpot bekas untuk diambil catalytic converternya, buat dijual lagi.
Nah, perlu diketahui bahwa seiring pemakaian catalytic converter ini bisa tersumbat oleh kerak, dan bisa juga rusak akibat panas berlebih dari gas hasil pembakaran mesin.
Seperti yang dialami Boy pada Suzuki Karimun Wagon R keluaran 2014 miliknya.
“Jadi waktu itu mobil lagi saya geber, tiba tarikan mesinnya seperti nahan atau berat.”
“Begitu digas lagi malah makin ngeden, lalu mati,” tutur Om Boy, sapaan akrabnya saat ditemui di bengkel Suzuki SBAM Pondok Gede, Jakarta Timur.
Saat dicoba mencari penyebabnya, namun tidak ketemu, dan akhirnya mobil ditarik ke bengkel untuk ditelusuri lebih lanjut.
“Ini juga pernah kejadian SX4 saya. Waktu mesin coba dinyalakan dan dicek di ujung knalpot, seperti tidak ada gas keluar,” timpal Sumarno, punggawa Masmun Sukses Motor, yang kebetulan juga lagi berada di Suzuki SBAM Pondok Gede.
Indikasinya sebelum mengalami kejadian itu, lanjut Sumarno, saat mobil diajak berakselerasi maupun saat deselarasi, muncul bunyi anormal.
Baca Juga: Ini Bukti Bersihin Katalis Knalpot Mampu Perbaiki Emisi Gas Buang
“Ada bunyi klenteng..klenteng.. gitu. Enggak lama kemudian mesinnya mati,” tukasnya.
Lantas diputuskan untuk melepas knalpotnya, untuk dicari tahu apa yang menyebabkan gas buang tidak keluar.
“Kalau di mobil saya, pas knalpotnya dicabut langsung terdengar seperti ada bunyi serpihan yang rontok.”
“Waktu dibuka resonatornya yang ada di tengah knalpot, ternyata tersumbat oleh serpihan catalytic converternya yang rontok,” papar Boy.
Begitu resonatornya dibersihkan, sekalian ujung knalpot dimodifikasi dan ditambahkan lagi sebuah resonator, problem tadi langung teratasi.
Malah kini tarikan Karimun milik Boy terasa makin enak, “Digas sampai 160 km lebih masih mau,” akunya.
Namun konsekuensinya akibat catalytic converternya rontok, ketika mobilnya diuji emisi gas buangnya, kadar HC-nya (Hidrokarbon) naik drastis, menyentuh angka 444 ppm.
Mau gak mau ia harus mengganti bagian knalpot yang ada catalytic converternya dengan yang baru bila ingin emisi gas buang kembali "aman".
Oiya, menurut Sumarno, penyebab catalytic rontok ini kerap terjadi pada mobil yang jam terbangnya sudah tinggi.
“Biasanya yang jarak tempuhnya sudah di atas 200 ribu km, dan ini umumnya terjadi pada mobil yang sering menggunakan BBM tidak sesuai spesifikasi anjuran pabrik,” pungkasnya.
Editor | : | Andhika Arthawijaya |
KOMENTAR