Otomotifnet.com - Industri knalpot aftermarket di Indonesia bisa dibilang sedang dalam lampu kuning.
Salah satunya karena belum adanya kejelasan terkait standar knalpot antara Polisi dan para pengrajin.
Tentu hal ini bikin banyak pekerja di ambang kehancuran kalau industri ini distop.
Melihat dari lini bisnis, nilai produksi knalpot aftermarket bisa tembus Rp 60 Miliar per tahun.
Seperti disampaikan langsung oleh Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba.
"Untuk 20 anggota saja sudah Rp 60 miliar pertahun itu untuk knalpotnya saja," kata Hanung di Jakarta Selatan (23/2/2024).
Ia menambahkan, akibat adanya regulasi soal razia knalpot aftermarket saat ini jelas ada penurunan omzet dan PHK.
"Dengan adanya razia di daerah-daerah, penurunan penjualan Knalpot mencapai kisaran 70 persen. Yang bilamana normal perharinya di kisaran 3 ribu sampai 7 ribu unit, sesuai data yang tercatat di AKSI terdapat lebih dari 300-an pengrajin knalpot. Namun yang tercatat di Disperindagkop Purbalingga ada 700-an pengrajin," paparnya dikutip dari GridOto.
Untuk itu, ia menyebut pihak Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) meminta persoalan razia knalpot brong perlu dikomunikasikan dengan para pelaku industri.
Sebab, ada perbedaan persepsi antara Polisi dengan pengrajin terkait hal ini.
"Industri knalpot after market cukup hebat, kami harap industri knalpot aftermarket tetap tumbuh, semoga saja bisa ekspor (knalpot aftermarket) dan bisa naik kelas, sehingga bisa saja buka pabrik motornya sekalian," tuturnya.
"Jadi tugas kami menyiapkan regulasi, sementara itu kami harapkan industri knalpot aftermarket tetap jalan, sebanyak 20 anggota ada 15 ribu tenaga kerja. Kalau ini ditutup bahaya," sambungnya.
Bisa jadi dalam sekejap ada pengangguran massal efek kena PHK.
Sementara itu, dalam pertemuannya dengan Deputi, Ketua AKSI Asep Hendro mengatakan bahwa bila SNI knalpot telah terbit, AKSI siap memenuhi standardisasi dan regulasi yang menjamin produk knalpot memenuhi SNI sehingga produk knalpot lokal semakin berdaya saing dan memenuhi aturan termasuk ambang batas kebisingan.
“Kami berharap standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang,” kata Asep.
Sekadar informasi hingga saat ini memang belum ada aturan baku mengenai knalpot.
Dari sekian banyak produk komponen otomotif, baru sembilan yang sudah tersertifikasi SNI, sementara komponen otomotif lainnya belum ada, termasuk knalpot.
Sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat dinilai justru disebabkan belum ada SNI baku terkait knalpot, sebagaimana produk otomotif lain yang telah lebih dulu berstandar SNI.
Untuk itu, regulasi dan standar baku terkait knalpot menjadi penting, industri ini merupakan embrio industri otomotif yang harus dikembangkan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan menyerap banyak tenaga kerja.
Karenanya, para pelaku UMKM knalpot harus siap memenuhi regulasi terkait produknya sehingga tidak lagi selalu menjadi pihak yang disalahkan saat razia knalpot brong dilakukan.
Regulasi yang harus dipatuhi termasuk regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang ambang batas kebisingan, dan aturan ini harus dijadikan sebagai acuan bagi industri untuk memproduksi knalpot.
Baca Juga: Razia Knalpot Brong Bikin Dunia Motor Custom Ketar-ketir, Urusannya Pakem
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR