Rifat melanjutkan, “Kalau bertemu dengan pengendara agresif atau arogan, dalam pikiran kita yang utama yaitu untuk menyelamatkan orang lain kita harus menyelamatkan diri sendiri.”
Artinya, lanjut Rifat, kita tidak terlibat kontak dengan berlalu-lintas yang agresif, dan cerminan berkendara yang baik, bahwa kita siap menghadapi pressure atau tekanan.
"Sedangkan orang-orang yang terpancing sama pressure adalah belum mempunyai jiwa yang besar. Untuk mendapatkan jiwa yang besar ini, hanya bisa kita latih kalau kita mau,” tambahnya.
Nah, biasanya pengemudi yang agresif atau arogan dijalan raya punya alasan. Mulai dari buru-buru, merasa hebat, bahkan punya rasa aman karena memiliki skill.
“Hal yang harus dilakukan adalah mengalah dan segera menghindar. Sebab kalau diladeni, nanti bukannya menyelesaikan masalah, justru menambah masalah. Oleh sebab itu pastikan kita juga tidak berbuat hal yang sama dan kita bisa menjadi contoh bagi pengendara yang lain,” wanti Rifat.
Dan yang perlu diingat, lanjutny, menilai pengguna jalan lain benar atau salah bukan tugas pengemudi.
"Urusan penindakan serahkan kepada instansi yang bertanggangung jawab atas hal tersebut. Yang penting kita selamat dahulu baru membantu orang,” pungkasnya.
Editor | : | Andhika Arthawijaya |
KOMENTAR