Otomotifnet.com - Keberlanjutan pengelolaan Jalan Tol di Indonesia menjadi fokus dalam rapat koordinasi Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), berlangsung di Ciawi, Bogor, Jawa Barat (26/09/2024).
Pada rapat koordinasi anggota ATI tahun ini membahas tiga hal, yaitu regulasi industri Jalan Tol, proyek Multi Lane Free Flow (MLFF), dan Insentif Fiskal Jalan Tol.
Rapat koordinasi Anggota ATI dibuka oleh Ketua Umum ATI, Subakti Syukur. Dalam sambutannya, Ia menegaskan pokok bahasan mengenai keberlanjutan model bisnis pengusahaan jalan Tol di Indonesia.
"Perspektif dan keterlibatan dari BPJT maupun fungsional terkait di lingkungan Kementerian PUPR sangat kami harapkan, agar diskusi kita dapat lebih optimal, efektif, dan komprehensif,” sebut Subakti.
Ia melanjutkan, sebagaimana diketahui, industri jalan tol saat ini berkembang dengan dinamika yang sangat cepat, sehingga memunculkan berbagai tantangan.
“Seperti mahalnya pembiayaan proyek jalan tol, daya saing industri, hingga kesinambungan bisnis jalan tol dalam jangka panjang," beber Subakti.
Turut hadir, Sekretaris Jenderal ATI Kris Ade Sudiyono, Pengawas 3 Bidang Government & Stakeholders Relation ATI Rachmat Soulisa.
Serta Bendahara ATI M. Ramdani Basri, Ketua BPJT Miftachul Munir dan jajaran, dan segenap perwakilan anggota ATI.
Baca Juga: Bayar Tol Tanpa Henti Alias MLFF Siap Berlaku, ATI : Konsumen Jangan Dibebankan Biaya Tambahan
Lebih lanjut Subakti juga menjelaskan terkait dinamika yang terjadi pada saat ini, yang perlu dibahas pada rapat koordinasi anggota ATI.
Subakti mengungkap beberapa penyebab terjadinya dinamika peningkatan biaya investasi pembangunan jalan tol.
Yakni dipengaruhi oleh pembebasan lahan, perubahan desain, dan kenaikan biaya konstruksi, serta tingginya cost of fund dari sumber pembiayaan.
“Sehingga industri jalan tol Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan negara lain," lanjut Subakti.
Selanjutnya rapat dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal ATI Kris Ade Sudiyono, sekaligus menginfokan protokoler jalannya mata acara rapat ATI.
Rapat koordinasi Anggota ATI diikuti oleh 9 holding yang terdiri dari 59 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), dengan total lebih dari 100 anggota, yang terbagi dalam 6 working group untuk 4 bidang dalam bisnis jalan tol.
ATI sendiri merupakan perkumpulan BUJT di seluruh Indonesia yang berdiri sejak 18 November 1998, dengan tujuan memperkuat kerja sama antar BUJT dan meningkatkan kontribusi mereka terhadap para pemangku kepentingan.
Baca Juga: Pantau CCTV, Jaringan Tol Astra Infra Terapkan Teknologi Surveillance
Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) memiliki peran strategis dalam mendukung Kementerian PUPR melalui penyediaan infrastruktur untuk mewujudkan konektivitas.
Sinergi antara Kementerian PUPR dan BUJT tercermin dalam setiap working group yang dibentuk.
Pada Rapat Koordinasi Anggota tahun ini, ATI menyatakan harapannya untuk dilibatkan dalam penyusunan regulasi turunan dari UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, dan PP Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol.
Lanjut, terkait dinamika proyek Multi Lane Free Flow (MLFF), ATI mengusulkan amandemen pada perjanjian RITS-PUPR dan menyarankan adanya pembahasan terpisah dengan BUJT.
Yakni terkait solusi teknis, operasional, model bisnis, serta dampak legal dan komersialnya. ATI juga meminta klarifikasi risiko yang menyeluruh untuk menjaga prinsip tata kelola yang baik dan menghindari masalah pasca-lelang.
Kemudian, terkait insentif fiskal untuk jalan tol, ATI mengusulkan adanya dukungan dan fasilitasi dalam melakukan audiensi dengan beberapa pemangku kepentingan.
Termasuk ke Kementerian dan Lembaga Ekonomi. ATI mengusulkan insentif berupa tax allowance atau tax holiday untuk sektor jalan tol.
Baca Juga: Jasa Marga Beberkan Cuan, Pendapatan 2023 Tembus Rp 2 Triliun
Audiensi ini melibatkan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Investasi, dengan dukungan dari Dirjen Pembiayaan Infrastruktur, dan BPJT Kementerian PUPR.
Lalu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Perbankan. ATI mengusulkan pengurangan biaya kredit atau pinjaman bank, dengan melibatkan OJK, Bank Indonesia, dan bank nasional.
Serta difasilitasi oleh Dirjen Pembiayaan Infrastruktur dan BPJT Kementerian PUPR.
Berikutnya, ATI juga mengusulkan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di beberapa daerah. Seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tentunya dengan dukungan dari BPJT, serta direksi BUJT terkait di masing-masing wilayah.
Editor | : | Panji Maulana |
KOMENTAR