Banyak pilihan bahan knalpot |
Sejak knalpot lokal muncul, bahan pelat besi atau biasa disebut galvanis pertama digunakan. Kelebihannya paling murah, namun tidak tahan karat.
“Rentang harga dari Rp 45 ribu sampai Rp 450,” jelas Sabda Wiguna, pemegang merek CRB yang konsisten bahan jenis ini. Tidak peduli diledek knalpot dung pret. Asal berisik hatinya senang.
Untuk memperpanjang usia pakai, dilapis ulang pakai krom. Termasuk pipa buang motor standar lokal. Kebanyakan dari pelat besi yang sudah dikrom.
Selanjutnya muncul bahan dari stainless steel. Awalnya banyak muncul dari Thailand. Seperti DBS, TDR dan terakhir menyusul Kawahara. Bobot bahan mirip dengan pelat besi.
Namun kelebihan stainless steel tidak berkarat. Sehingga tidak perlu pelapisan krom. “Seni mengelas seperti cacing terlihat jelas dan jadi nilai seni tersendiri,” ungkap Dony, pemegang merek knalpot RC3 dan Techno dari Tangerang.
Bahan silincer Karbon. Dipadu dengan stainless pada bagian lain |
Seperti knalpot R9. Pembuatnya berani kasih garansi sampai 5 tahun. “Kalau patah, akan diganti gratis. Asalkan bukan karena kecelakaan,” jelas Sjafri Ganie alias Jerry, bos merek R9 yang banyak produksi berbagai merek knalpot.
Bisa dikatakan R9 adalah pelopor bahan stainless steel yang diproduksi di Indonesia. Tapi, bahannya tetap produksi Jepang atau Thailand. Makanya kadang knalpot buatan Jerry susah ditiru ukuran diameter dan juga bahann.
Selain itu, bahan knalpot ada juga yang dibuat dari full carbon. Seperti yang diluncurkan Dodo, pemilik merek CLD. Beberapa tipe knalpot CLD menggunakan bahan karbon. Tapi, hanya sebatas silencer. Sementara leher dan bagian lain tetap menggunakan stainless steel.
Bahan karbon punya daya redam suara mirip stainless. Tapi, tetap lebih menarik karena corak ini memang memberikan kesan yang gagah di motor. (motorplus-online.com)