JAKARTA - Menyetir All New BMW 530i rasanya enggak kayak bawa mobil berdimensi besar. Hal ini setelah kami berkesempatan menjajal seri 5 generasi ke tujuh ini.
Bahkan kenyamanannya sudah terasa sejak pertama kali masuk.
Begitu masuk ke bagian pengemudi, kami tidak butuh waktu lama untuk mendapat posisi mengemudi yang nyaman.
Pasalnya, BMW 530i terbaru ini memang memiliki posisi mengemudi yang ergonomis dan agak rendah, sehingga ada aura sporti yang terasa ketika mengendarainya.
All New BMW 530i ini dipersenjatai mesin berkapasitas 2.000 cc empat silinder dengan TwinPower Turbo yang memiliki tenaga sebesar 252 dk dan torsi 350 Nm. Mesin yang dipakainya dikombinasikan dengan transmisi otomatis delapan percepatan.
Ada tiga mode berkendara yang bisa dipilih yakni ecopro, comfort, dan sport.
Dalam kondisi default atau ketika mobil baru menyala, mode berkendara berada di posisi comfort. Meski bukan merupakan pilihan mode untuk berakselarasi secara agresif, tapi tenaga yang dimuntahkan dalam mode comfort ini sudah kencang.
Bahkan ketika kami melakukan kickdown, mobil langsung melesat dengan cepat tanpa ada gejala turbo lag yang terasa.
Sesuai namanya, dalam mode comfort, tenaga yang disalurkan terasa sangat halus. Ketika kami berkendara di dalam lalu lintas kota yang ramai lancar dengan kecepatan konstan 40 km/jam, putaran mesinnya hanya bermain di 1.300 rpm.
Pindah ke mode ecopro, di sini respons mesin seolah 'ditahan' untuk bermain di putaran mesin yang rendah. Wajar memang, karena ecopro ini adalah pilihan untuk mengejar efisiensi konsumsi BBM.
Biar gak penasaran, langsung saja kami pindah ke mode sport. Pada mode ini, respons mesin dan transmisi jadi lebih sigap sehingga tidak sulit untuk mencapai putaran mesin yang tinggi.
Karena mesin dan transmisinya bekerja dengan cekatan, maka setiap kita injak gas lebih dalam, mobil langsung melesat dan menyentuh putaran mesin yang tinggi dengan mudah dan cepat.
Di saat sedang berada dalam mode sport, kami sempat melakukan overtaking melewati dua kendaraan di depan. Meski bodinya bongsor, tapi mudah saja untuk melakukan overtaking dengan BMW 530i. Pastinya karena mobil ini memiliki handling yang tajam dan pergerakan setir yang seolah 'menyatu' dengan jalan.
Setelah mencoba berkendara dengan semua modenya, kami merasa bahwa tidak ada perubahan bobot setir dan bantingan suspensi yang terasa ketika pindah dari satu mode ke mode lainnya. Artinya, perbedaan antar mode hanya terletak pada kinerja mesin dan transmisi.
Sekarang kita omongin soal kenyamanannya. Untuk masalah bantingan suspensi, kami akui bahwa BMW 530i ini masih kalah nyaman dengan musuh abadinya yakni Mercedes-Benz E Class. Kendati demikian, suspensi BMW 530i ini sama sekali tak bisa dibilang keras, bantingannya tetap nyaman khas sebuah sedan mewah Eropa.
Masih di sektor kenyamanan, jujur kami agak takjub dengan kekedapan kabinnya yang sangat baik. Tak ada suara putaran ban atau angin yang terdengar sampai ke dalam kabin ketika mobil melaju.
Yang lebih mengagumkannya lagi, pada saat melakukan mundur, suara juru parkir yang berteriak memberi arahan nyaris tak terdengar ke dalam kabin. Padahal, waktu melakukan mundur, kami sudah mematikan audio. Makanya, ketika memundurkan mobil, kami harus membuka penuh kaca pintu pengemudi agar arahannya bisa terdengar dengan jelas.
BMW 530i yang kami pakai dalam pengetesan ini adalah varian Luxury Line yang dilego dengan harga Rp 1,149 miliar (off the road), alias Rp 20 juta lebih mahal dari Mercedes-Benz E 250 Avantgarde Line.
Biarpun harganya sedikit lebih mahal, tapi BMW 530i menebus semua itu dengan performa yang baik, kekedapan kabin yang luar biasa dan pastinya rasa kesenangan berkendara yang sulit untuk disaingi para pesaingnya.
Tertarik dengan BMW 530i? (Otomotifnet.com)