Honda Dan Yamaha Didesak Turunkan Harga Skutik, Juga Kembalikan Uang Selisih

Harryt MR - Sabtu, 4 Mei 2019 | 10:45 WIB

Foto ilustrasi dealer Honda (Harryt MR - )

Otomotifnet.com - Yamaha dan Honda didesak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turunkan harga skutik.

“Tanpa diminta dalam putusan, seharusnya managemen YIMM (Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) dan AHM (Astra Honda Motor) beritikad baik untuk menurunkan harga sepeda motor yang terbukti dinyatakan kartel dimaksud,” bilang Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.

Selain itu, YLKI juga meminta produsen yang dinyatakan bersalah (terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat) mengembalikan uang selisihnya kepada konsumen yang telah membeli produk tersebut.

Desakan ini bagian dari permintaan YLKI kepada DPRRI untuk segera melakukan revisi terhadap UU No. 5, Tahun 1999, tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Dan memasukkan pasal agar pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, diwajibkan untuk menurunkan harga jual produk yang dipersekongkolkan tersebut,” ungkap Tulus.

Masih menurutnya, selama ini berbagai kasus pelanggaran persaingan usaha tidak sehat tidak mempunyai manfaat langsung bagi konsumen.

Karena tidak ada pengembalian uang kepada konsumen atau tidak ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk melakukan revisi harga, agar harganya lebih murah.

Seperti diketahui, kedua pabrikan dituding melakukan dugaan kartel harga skutik 110-125 cc periode 2012-2914, kasus ini mengemuka sejak diperkarakan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), yang disidangkan pada 20 Februari 2017.

Kabar terkini, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh YIMM dan AHM (perkara No. 217/Pdt.Sus-KPPU/2019. Dengan demikian MA telah menguatkan putusan sebelumnya.

Atas putusan itu, kedua produsen sepeda motor ternama dikenai denda dengan rincian denda untuk YIMM sebesar Rp 25 miliar dan denda untuk Honda sebesar Rp 22.5 miliar.

YLKI berpandangan bahwa besaran denda yang dijatuhkan MA masih terlalu kecil, nyaris tidak berarti apa-apa bagi kedua produsen tersebut, yang nota bene merupakan pelaku usaha otomotif berskala multinasional.

Idealnya denda dihitung berdasarkan persentase keuntungan yang diperoleh secara tidak wajar tersebut.