Kemudian Pasal 293 ayat (2) juga menyatakan "setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda Paling banyak Rp 100.000,00."
Dua pasal inilah yang menjadi salah satu dasar diajukannya gugatan ke MK.
Kedua mahasiswa ini merasa ada ketidakpastian hukum dalam frasa 'siang hari', sementara kejadian penilangan terjadi pukul 09.00 pagi.
Menurut berkas yang diajukan oleh mahasiswa (pemohon), pukul 09.00 pagi masih dikategorikan sebagai pagi hari menurut kebiasaan orang Indonesia.
(Baca Juga: Honda Win Bekas Laku Rp 50 Juta, Ini Sejarah Hingga Problem Khasnya)
Selain itu keduanya juga menuliskan dalam gugatannya bahwa pada siang hari, lampu utama motor tidak kelihatan oleh pengemudi apakah sudah menyala atau tidak.
Lampu juga disebutkan bisa mengalami kerusakan tanpa diketahui pengemudi.
Bahkan pada Bab III, pemohon juga 'menyeret' nama Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang pernah berkendara dengan motornya di jalan Sudirman, Kebun Nanas, Tangerang, Banten pada 2018 silam yang juga tak menyalakan lampu utama namun tidak ditilang oleh polisi.
Pada salah satu poin di bab IV sekaligus akhir berkas gugatan yakni Petitum, salah satu yang diinginkan pemohon adalah menyatakan Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) UU No 22 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD NKRI 1945.
Atau bila MK berpendapat lain, setidaknya UU tersebut bisa diubah frasanya dari "siang hari" menjadi "sepanjang hari".