Otomotifnet.com - Pelanggaran lalu lintas masih sering dilakukan kendaraan umum dalam trayek seperti tidak singgah di terminal.
Baik itu Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) maupun Angkutan Perkotaan terutama di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Pada umumnya, bus-bus melakukan hal ini untuk memangkas rute dan mengambil penumpang di luar terminal dan akan menguntungkan dari segi waktu.
Menurut Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto mengatakan, angkutan umum dalam trayek yang tidak manaikkan dan menurunkan penumpang di terminal merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas dan angkutan Jalan.
Baca Juga: Bus Karunia Bakti Terjang 8 Motor, Berhenti Setelah Ada yang Nyangkut, Diduga Ngeblong
Budiyanto menambahkan, hal tersebut sudah tertuang dalam Pasal 36 Undang-undang No 22 Tahun 2009. Pelanggarnya bahkan dapat diancam dengan sanksi yang berat.
"Setiap kendaraan angkutan umum dalam trayek wajib singgah di terminal, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek," kata Budiyanto (2/7/2020).
Dari hasil pengamatan, pihaknya memerinci data pelanggaran angkutan umum yang tidak berhenti di terminal, AKAP 30 persen sedangkan angkutan kota mencapai 40 persen.
"Pelanggaran angkutan umum AKAP biasanya dilakukan pada malam hari kemudian untuk angkutan kota dilakukan di luar jam kerja dan pulang kerja," tuturnya.
Baca Juga: Bus Sudah Bisa Angkut 70 Persen Kapasitas Kursi, Berlaku 1 Juli 2020, Tarif Tak Boleh Naik
Menurut Budiyanto, dengan adanya pelanggaran angkutan umum yang tidak singgah di terminal tentu dapat menimbulkan banyak masalah.
"Terminal bisa sepi karena penumpang enggan beli tiket di terminal. Bahkan restribusi atau pendapatan daerah berkurang dan sistem transportasi menjadi tidak teratur," tegasnya.
Untuk itu, Budiyanto mendorong perlu ada penegakan hukum agar angkutan umum dalam trayek beroperasi sesuai ketentuan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.