Otomotifnet.com - Seperti diketahui, kegalauan nasional sempat melanda pasar kendaraan baru, akibat menunggu-nunggu kebijakan relaksasi pajak kendaraan baru 0%.
Ujung-ujungnya diakhiri dengan penolakan dari Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati. Setidaknya dalam waktu dekat, pihaknya belum berencana dan membahas lebih lanjut mengenai relaksasi pajak mobil baru.
Imbas wacana yang tak kunjung jadi tersebut, berdampak pada timpangnya stok di dealer dengan realitas penjualan di tingkat retail atau konsumen.
Data Gaikindo terkait laporan penjualan wholesales (dari pabrik ke dealer) dibanding retail sales (dari dealer ke konsumen) pada September 2020, berselisih 5.192 unit.
Baca Juga: Gaikindo Tetap Menungggu Relaksasi Pajak Mobil, Masih Belum Final
Artinya terjadi penumpukan stok di dealer lantaran banyak konsumen yang menunggu ‘gong’ relaksasi pajak kendaraan.
Yaitu dengan menyetor uang tanda jadi alias booking fee, sambil berharap ketika di-sahkan kebijakannya, maka dilanjut transaksi pembelian. Namun nyatanya, konsumen seolah termakan ‘harapan palsu’.
“Terus terang, dari booking (kemudian dilanjut ke pembelian) trennya mulai melambat. Mereka (konsumen) booking tapi belum merealisasikannya,”
“Kami diskusi ke tim sales, banyak konsumen melakukan pending, melihat aturan,” papar Yusak Billy, Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM).
Indikasi penundaan pembelian akibat kegalauan konsumen, dirasakan cukup bikin deg-degan, mengingat semua brand sedang menggenjot penjualan di akhir tahun.
Lantas seberapa besar persentase konsumen yang menunggu atau bahkan tak jadi beli?