Dijelaskan LCGC harus memenuhi berbagai ketentuan, diantaranya konsumsi BBM minimal 20 km/liter.
Kubikasi mesin maksimal 1.500 cc, serta pakai jenis BBM RON 92 (bensin) atau CN 51 (diesel).
4. Efek Turun BBM dari Pertamax ke Pertalite.
Banyak pengguna Pertamax (RON 92) beralih ke Pertalite (RON 90).
Beralihnya para pengguna ke Pertalite dikarenakan harganya yang murah.
Padahal oleh pabrikan pembuatnya, mobil yang sudah ditentukan bahan bakarnya biasanya tak boleh pakai oktan 90.
Kalau nekat pakai BBM yang oktannya lebih rendah dari rekomendasi pabrikan mobil itu ada konsekuensinya.
Hal ini diungkapkan Dr. Ing. Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ahli Motor Bakar Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Umumnya tenaga mesin bisa drop saat kita memutuskan pakai bensin yang oktannya lebih rendah dari spesifikasi mesin," buka Tri.
"Hal ini dipicu karena bahan bakar oktan rendah sangat mudah sekali terbakar," tambahnya.
Mudahnya terbakar membuat mesin mengalami pre-ignition pembakaran yang mengakibatkan detonasi.
Bahan bakar akan terbakar terlebih dahulu sebelum mencapai kompresi maksimal dan busi mengeluarkan percikan api.
Karena sudah terbakar lebih dahulu, maka daya ledak di ruang bakar juga akan lemah.
"Daya dorong piston saat menghasilkan tenaga mesin akan berkurang sifnifikan," jelasnya.
Hasilnya tenaga mesin akan terkoreksi karena penggunaan bbm oktan yang lebih rendah dari rekomendasi pabrikan mobil.
Catatan ini disampaikan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero).
Sebab dinilai ada kenaikan konsumsi BBM subsidi yakni Solar dan Pertalite pada semester I/2022.
Realisasi konsumsi Pertalite hingga Juni 2022 mencapai 14,2 juta KL.
Sedangkan kuota Pertalite di tahun 2022 hanya sebanyak 23 juta KL.
Diproyeksikan realisasi 2022 untuk pertalite bisa mencapai 28 juta KL, padahal kuota Pertalite di sepanjang tahun ini sebanyak 23,05 juta KL.
Begitu pula disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade.
Ia mengatakan kuota Pertalite yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini yakni sebesar 23,05 juta KL hanya bertahan sampai September 2022.
Dampak dari menipisnya kuota BBM jenis Pertalite ini sudah mulai terasa. Masyarakat di berbagai daerah mengeluh kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertalite di SPBU.
Kondisi itu seperti terpantau di Sumatera Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Kota Banda Aceh, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, hingga Cianjur, Jawa Barat.
"Jika kuota tidak ditambah pada tahun ini, kuota Pertalite hanya cukup hingga September. Pemerintah harus bergerak cepat. Semua pihak terkait harus duduk bersama mencari solusi permasalahan ini. Jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan BBM subsidi," tukasnya.
Baca Juga: Sedot Pertalite Dari Tangki ke Jeriken, Toyota Calya Meleleh, Kulit Pemilik Melepuh