"Si bapaknya tetap asik aja makan, mau semua orang ngelihatin juga enggak peduli dia," ucap Agneisya.
Bicara soal parkir, sebenarnya sudah diatur pada Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 1.
Pemilik kendaraan yang parkir sembarangan dapat dikenakan Pasal 287 ayat (1), melanggar rambu-rambu atau pidana dengan ancaman kurungan paling lama 2 bulan atau denda Rp 500.000. Ada 11 titik di mana kendaraan dilarang parkir:
- Jalur khusus pejalan kaki
- Jalur khusus sepeda
- Tikungan
- Jembatan
- Terowongan
- Tempat yang mendekati perlintasan sebidang
- Tempat yang mendekati persimpangan/kaki persimpangan
- Muka pintu keluar masuk pekarangan/pusat kegiatan
- Tempat yang dapat menutupi rambu atau alat pemberi isyarat lalu lintas
- Berdekatan dengan keran pemadam kebakaran atau sumber air untuk pemadam kebakaran
- Pada ruas dengan tingkat kemacetan tinggi.
Jadi kalau berdasarkan aturan tersebut, angkot tersebut parkir di ruas dengan tingkat kemacetan yang tinggi.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan, bicara parkir di pinggir jalan maka merujuk pada dua hal yaitu soal peraturan dan etika.
Kalau misalnya di daerah tersebut memang tidak ada rambu larangan tapi membuat macet, tentu pengemudi angkot tadi tidak punya empati.
"Artinya parkir harus dengan mempertimbangkan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas yang ada," kata Jusri.
"Jangan sampai kita parkir, meski tidak ada larangannya tapi itu membuat kenyamanan, kelancaran bahkan keselamatan orang lain terganggu. Karena jalan raya adalah ruang publik," katanya.
Baca Juga: Terbukti Parkir Ngaco, Pak Polisi Siap dan Berani Derek Mobil Pejabat Negara