Selain pihak Pertamina, Kompas.com juga menghubungi Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto.
Ia menjelaskan, informasi terkait penggunaan alat portable tersebut pernah viral sebelumnya.
“Alat ujinya tidak valid. Pernah ramai dan dibuat video edukasinya oleh Pertamina,” terangnya, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/10/2022).
Melalui sebuah video, Tri juga memberikan penjelasannya mengenai hasil yang berbeda yang muncul dari alat uji oktan portable.
Tim redaksi pun diberikan izin untuk mengutip penjelasannya.
Dalam video tersebut diperlihatkan BBM yang diuji dengan alat portable dan CFR.
CFR atau Coordinating Fuel Research biasa dipakai untuk mengukur oktan bahan bakar dan untuk melakukan pengujian ini tak sembarang orang yang bisa melakukannya.
Hal ini dikarenakan hanya operator yang memiliki sertifikat yang bisa melakukannya.
Dari pengujian menggunakan alat tersebut menunjukkan hasil yang berbeda di mana pada alat tersebut hasil BBM yang diuji beroktan 87, sedangkan BBM yang diuji dengan CFR memiliki hasil 98,29.
“Hasil berbeda karena mesin CFR adalah alat uji oktan yang berlaku secara internasional dan cara kerjanya menduplikasi pembakaran dalam mesin,” terang Tri.
Dengan demikian, menurut Tri, CFR bisa membuktikan ketahanan bahan bakar terhadap ngelitik (knocking) yang hasilnya bisa menjadi acuan.
“Kalau alat oktan yang beredar di pasaran bekerja dengan mengukur sifat fisika kima bahan bakar sehingga hasilnya tidak bisa dijadikan acuan,” katanya.
Tri menambahkan bahwa uji RON standar yang harus dipakai adalah ASTM D2699.
Ia juga menegaskan, metode uji dan alat uji yang berbeda, maka sangat mungkin hasilnya juga akan berbeda.
“Contoh sederhana ukur temperatur (suhu) pakai termometer Celcius dapet angka 100, kalau diukur pakai termometer Farenheit hasilnya angka 212,” ujarnya.
Baca Juga: Tercecer Habis, 24 Ribu Liter Pertalite dan Solar Terbuang Sia-sia di Jalan