"Kalau enggak salah tahun lalu juga pernah ngomong AI, AI cuma enggak tahu bentukannya kayak apa, taun ini juga AI lagi cuma enggak tahu bentukannya kayak apa, jadi (adanya AI sekarang) maksudnya nih apa," keluh Siska.
"Jadi warga-warganya enggak tahu mungkin karena terlalu canggih gitu jadi kami enggak ngerti," lanjutnya.
Di akhir, Siska menyarankan agar pemerintah berfokus pada transportasi umum saja untuk urai kemacetan, daripada penggunaan AI yang belum diketahui efektivitasnya.
"Kalau emang efektif ada kajiannya ya sudah diperbanyak, cuma kalau misalnya cuma buang-buang anggaran mending fokus di transportasi umumnya saja, supaya kendaraan biasanya enggak bertambah," jelasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Nur (25) yang menyebut pemerintah seharusnya melakukan uji coba dahulu secara bertahap.
Menurutnya, itu penting untuk melihat seberapa efisien penggunaan AI di lampu lalu lintas agar tak buang-buang anggaran negara.
"Sebenarnya bisa (AI diterapkan) tapi kan ini harus dijalankan secara bertahap, misalkan melakukan uji coba dulu. Melihat dulu efisiensinya, efektif enggak menggunakan AI ini," kata Nur saat ditemui di simpang Jalan Letjen S Parman, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat.
"Jangan sampai AI udah dipasang, anggaran juga kebuang, tapi ternyata pada pelaksanaannya justru kurang efisien dan efektif," lanjutnya.
Sementara itu, diberitakan sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta memasang teknologi artifical intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan di 20 simpang sejak April 2023.
Kehadiran teknologi ini diharapkan dapat mengatasi kemacetan di Ibu Kota.