Otomotifnet.com - Regulasi tentang tilang uji emisi di DKI Jakarta masih rawan dibantah.
Sebab dasar hukum tilang uji emisi masih rapuh alias belum ada dasar hukum baku yang mengatur.
Diketahui, alasan tilang uji emisi kembali diterapkan karena kualitas udara Jakarta yang semakin buruk, efek dari tingginya kadar polusi.
Kondisi ini dikhawatirkan bisa menimbulkan penyakit saluran pernapasan (ISPA).
Tilang uji emisi juga sudah disosialisasikan oleh instansi-instansi terkait, mulai dari Pemprov DKI, Dinas Perhubungan, Polda Metro Jaya, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Informasi pertama kali digaungkan oleh Ani Ruspitawati, Kepala Satgas Pengendalian Pencemaran Udara.
Dia menjelaskan, tilang uji emisi nampaknya sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas udara Ibu Kota.
Ani mengatakan, rencana tilang sudah masuk ke tahap pematangan, dan proses koordinasi antar-lembaga terkait mulai dipetakan.
"Kami terus mengajak masyarakat agar melaksanakan uji emisi bagi setiap kendaraan pribadinya," kata Ani dalam keterangannya dikutip Kompas.com, (6/10/23).
"Karena, setelah dilakukan koordinasi dengan Dirlantas, tilang uji emisi akan dimulai pada 1 November 2023," kata Ani.
Selain itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, membagikan rekap data terbaru terkait sumber utama polusi, di mana emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar dengan angka 67 persen.
"Beberapa waktu lalu dihadapkan dengan polusi udara, khususnya di DKI Jakarta, 67 persen disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor, 26,8 persen dari industri manufaktur, sisanya pembakaran sampah," ucapnya.
A. Hariadi, Kasudin Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat menjelaskan, menimbang masih ada beberapa pekan sebelum tilang uji emisi kembali, masih ada cukup waktu bagi masyarakat bersiap.
"Sebaiknya mulai persiapan sejak sekarang, karena sudah banyak juga bengkel-bengkel yang menyediakan pelayanan uji emisi mandiri," ucapnya disitat dari Kompas.com, (7/10/23).
Namun meski target dan tujuan tilang uji emisi Jakarta sudah jelas, aturan ini dirasa perlu lebih dikuatkan, sebab sejauh ini, masih belum ada dasar hukum dan regulasi pengaturan yang spesifik.
Kaur Administrasi Penindakan Pelanggaran Ditgakkum Korlantas Polri, Kompol Mukmin Timoro menjelaskan, adanya dasar hukum konkrit seperti Undang-undang atau peraturan tertentu bisa jauh lebih menguatkan proses tilang uji emisi.
Untuk diketahui, pelaksanaan tilang uji emisi masih mematri Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 31 Tahun 2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang, serta Pasal 255 dan 256 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sebagai dasar hukum.
"Memang sejauh ini, masih belum ada aturan spesifik soal tilang uji emisi," ucapnya saat dihubungi Kompas.com, (15/10/23).
Menurut Mukmin, keberadaan regulasi yang secara spesifik mengatur tilang uji emisi tentu bisa memberikan banyak manfaat, baik itu dalam hal penerapan di lapangan bagi aparat, maupun kepastian hukum bagi pengendara.
Dia menambahkan, proses evaluasi dan studi regulasi tentunya akan terus dilakukan oleh aparat penegak hukum, supaya dasar hukum konkrit dan spesifik bisa tercipta.
"Pastinya akan dievaluasi terus, karena kaitannya dengan efektivitas bagi masyarakat,” ucapnya.
Sebagaimana telah disebutkan, sejauh ini, tilang uji emisi baru menggunakan dua dasar hukum generalis (umum), bukan spesialis (khusus).
Berikut isi Pergub DKI Nomor 31 tahun 2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buangz;
1. Mobil bensin tahun produksi di bawah 2007, wajib memiliki kadar CO2 di bawah 3,0 persen dengan HC di bawah 700 ppm.
2. Mobil bensin tahun produksi di atas 2007, wajib kadar CO2 di bawah 1,5 persen dengan HC dibawah 200 ppm.
3. Mobil diesel tahun produksi di bawah 2010 dan bobot kendaraan di bawah 3,5 ton wajib memiliki kadar opasitas (timbal) 50 persen.
4. Mobil diesel tahun produksi di atas 2010 dan bobot kendaraan di bawah 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 40 persen.
5. Mobil diesel tahun produksi di bawah 2010 dan bobot kendaraan di atas 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 60 persen.
6. Mobil diesel tahun produksi di atas 2010 dan bobot kendaraan di atas 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 50 persen.
7. Motor 2 tak produksi di bawah tahun 2010, CO di bawah 4,5 persen dan HC 12.000 ppm
8. Motor 4 tak, produksi di bawah tahun 2010, CO maksimal 5,5 persen dan HC 2400 ppm
9. Motor di atas 2010, 2 tak maupun 4 tak, CO maksimal 4,5 persen dan HC 2.000 ppm.
Sedangkan Pasal 285 dan 286 UU LLAJ menjelaskan denda bagi kendaraan yang dianggap tidak laik jalan, karena tidak memenuhi suatu kelengkapan tertentu.
Pasal 258 UU LLAJ
(1) "Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,
Pasal 286 UU LLAJ S
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,
Baca Juga: Sebutkan Tahun Motor Kalian, Bebas Tilang Uji Emisi Asal Lolos Ambang Batas Segini