Penjualan Mobil Baru Keok Dibanding Penjualan Mobkas, Ini Penyebabnya

Harryt MR - Jumat, 12 Juli 2024 | 15:30 WIB

(ilustrasi) GIIAS 2024, bakal menyuguhkan 40 mobil baru dari 55 merek (Harryt MR - )

Otomotifnet.com - Dipaparkan oleh pengamat otomotif LPEM UI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia) Riyanto.

Penyebab kalahnya penjualan mobil baru dibanding mobil bekas (mobkas) selama 2013-2022 lantaran pendapatan per kapita hanya naik 3,65%.

Sehingga pasar mobil baru turun rata-rata 1,64% per tahun. Pada saat yang sama, harga mobil baru juga terus melejit naik. 

Sebagai contoh, harga Avanza G pada 2013 mencapai Rp 160 juta, sedangkan pada 2023 mencapai Rp 255 juta. 

Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan per kapita tidak bisa menjangkau harga mobil baru. Bahkan, selisihnya makin lebar dari tahun ke tahun. 

Imbasnya, penjualan mobil bekas tumbuh subur menjadi 1,4 juta unit pada 2023, dari 2013 yang hanya 0,5 juta unit, seiring menurunnya daya beli konsumen dan lonjakan harga mobil baru. 

Itu artinya, penjualan mobil bekas tahun lalu di atas mobil baru yang hanya 1 juta unit.

Mobil bekas, kata dia, kini diburu oleh masyarakat Indonesia. Di Jawa, pada 2023, sekitar 64% pembelian mobil di Jawa merupakan mobil bekas.

Baca Juga: Pabrikan Mobil Listrik Kian Sumringah, Ada Keberpihakan Pemerintah Indonesia

Adapun penjualan mobil baru di Jawa dan Bali turun 33% pada 2022 dibandingkan 2013. 

Di luar Jawa, pembelian mobil bekas juga mendominasi, mencapai 56% dari total pembelian kendaraan tahun lalu.

“Sebenarnya, mobil bekas bukan tujuan orang. Kalau punya uang, mending mobil baru. Tetapi, perbedaan harga mobkas dan baru makin lebar,” tegasnya.

“Harga mobil bekas juga terdepresiasi cukup tinggi, sehingga tambah subur,” ungkap Riyanto, dalam gelaran diskusi bertajuk Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil (10/7/2024), yang dihajat Forum Wartawan Industri (Forwin).

Lanjut, Kukuh Kumara selaku Sekretaris Umum Gaikindo menyatakan, penjualan mobil domestik tertinggi sebesar 1,23 juta terjadi pada 2013. 

Hal itu ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang mendekati 6% serta program KBH2/LCGC. 

Selepas itu, pasar mobil tak bergerak dari level 1 juta unit, bahkan sempat merosot ke 532 ribu unit pada 2020 akibat pandemi Covid-19. 

Lalu, pasar mobil bangkit pada 2021, berkat insentif PPnBM. Namun, tren itu tak berubah banyak memasuki 2022 hingga 2023, di mana penjualan mobil hanya mencapai 1 juta unit.

Baca Juga: Penjualan Mobil Kuartal 1 2024 Anjlok, Bos Astra Beri Tanggapan Begini

Memasuki 2024, Kukuh menuturkan, penjualan mobil domestik malah merosot. Per Mei 2024, penjualan mobil turun 21% menjadi 334 ribu unit.

Pemicunya banyak faktor, antara lain kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, pengetatan pemberian kredit dari perusahaan pembiayaan. 

Gaikindo kemungkinan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar. 

“Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat,”

“Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar,” beber Kukuh. 

Pada titik ini, Kukuh menegaskan, pertumbuhan ekonomi nasional mau tak mau harus dinaikkan menjadi 6-7% per tahun agar Indonesia keluar dari jebakan 1 juta unit pasar mobil domestik. 

Dengan begitu, pendapatan per kapita dapat naik 5% hingga 6% per tahun, mendorong kelompok upper middle naik kelas ke affluent income group. 

Sehingga mendorong penjualan otomotif keluar dari jebakan 1 juta unit.